"Kami mengharapkan dari DPR RI, perppu tidak perlu dikeluarkan karena tidak ada kegentingan memaksa hanya ada ketidaksesuaian," ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
UU MD3 sempat menuai polemik, karena ada sejumlah pasal yang dianggap kontroversial seperti pasal tentang hak imunitas DPR dan hukuman dipidana bagi pengkritik DPR.
Bamsoet menyebut, hasil revisi UU MD3 itu tidak perlu dibatalkan, cukup dengan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, jika Jokowi mengeluarkan perppu ongkos politiknya akan mahal.
"Setidaknya ada tiga pasal dan itu mudah memperbaikinya melalui uji materi di MK. Karena kalau melalui perppu ongkos politik mahal, toh ujung-ujungnya sama memperbaiki tiga pasal," katanya.
Bamsoet mengatakan, setelah berlakunya UU MD3 siapa saja yang keberatan bisa langsung mengajukan uji materi ke MK.
"Jadi tidak perlu lagi diperdebatkan, dipersoalkan, apalagi dipermasalahkan. Karena ruang-ruang diperbaiki itu sudah disediakan negara yaitu melalui MK," tambahnya.
Infografis (era.id)
Presiden Joko Widodo belum menandatangani Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, meskipun DPR sudah mengesahkan revisi UU tersebut menjadi UU sejak 12 Februari 2018.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung meminta semua pihak menunggu keputusan Presiden hingga batas waktu 30 hari sejak pengesahan UU MD3 itu oleh DPR.
"Setelah 30 hari nanti kita lihat," kata Pramono usai Sidang Kabinet Paripurna, Istana Negara, Jakarta, Senin (5/3).
Jika dalam jangka waktu 30 hari Presiden tidak menandatangani, sesuai ketentuan, maka Revisi UU MD3 itu dengan sendirinya akan berlaku.
Namun demikian, pemerintah bisa saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MD3. Mengenai opsi itu, Pramono meminta masyarakat menunggu hingga batas waktu 30 hari tadi.
"Pokoknya tunggu 30 hari. Dari 30 hari akan kelihatan sikapnya," tandas Pramono.