"Siapapun yang disandingkan diharapkan tidak mengurangi elektabilitas Presiden Jokowi, tapi tentunya menambah atau memperkuat elektabilitas," kata Pramono, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (13/3/2018).
Menurut dia, sebagai petahana, Jokowi akan mempertimbangkan banyak hal, termasuk keinginan masyarakat, sebelum menentukan figur cawapresnya. Figur cawapres tersebut, kata Pramono, tentunya juga harus bersih, berintegritas, dan disetujui semua partai pendukung Jokowi.
Selain itu, cawapres untuk Jokowi juga harus memenuhi unsur keberagaman, multikultur, multietnik, serta mampu mereprentasikan pemerintahan Jokowi saat ini.
Dengan dukungan lebih dari 50 persen kursi di DPR yang sudah dikantongi Jokowi saat ini, Pramono yakin pemilihan cawapres untuk akan semakin dinamis. Dia tidak menutup kemungkinan bertambahnya jumlah partai pendukung Jokowi pada Pemilu 2019.
"Ini menjadi modal bagaimana nanti Presiden akan memilih siapa yang akan menjadi wakilnya, termasuk akan berkoalisi dengan siapa saja selain yang sudah ada ini," kata mantan Sekjen PDI Perjuangan tersebut.
Saat ini elektabilitas Jokowi sangat tinggi sehingga dianggap paling cocok menjadi capres pada Pemilu 2019. Dia punya modal besar sebagai petahana. Namanya pun selalu bertengger di sejumlah lembaga survei dan nyaris tidak ada yang menandingi.
Partai politik yang memiliki fraksi di DPR sudah mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi, yakni PDIP, Partai Nasdem, Partai Golkar, Partai Hanura, dan PPP. Partai-partai tadi pun langsung tancap gas melobi dan menitipkan kadernya untuk dipilih Jokowi menjadi cawapres.
Di antaranya Partai Golkar yang mendorong Jokowi memilih Airlangga Hartarto sebagai cawapres, PPP mengajukan Romahurmuziy, dan Hanura mengajukan nama Wiranto.
Di luar partai yang sudah mendeklarasikan dukungannya, PAN mengajukan Zulkifli Hasan, dan PKB memunculkan Muhaimin Iskandar sebagai figur untuk dipilih menjadi cawapres Jokowi. Namun Jokowi belum memutuskan aiapa cawapres pilihannya.