"Untuk pembuatan regulasi ke depan, kita ingin dengan berbagai macam opsi. Kalau kita lebih progresif, ya sudah, begitu (cakada) tersangka langsung didiskualifikasi," kata Arief di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (16/3/2018).
Aturan diskualifikasi dirasa lebih memberi edukasi dibanding mengganti dengan calon lain. Jadinya, peserta dan penyelenggara pemilu harus betul-betul selektif memilih calon.
Hal ini juga berkaitan dengan perlindungan terhadap pemilih agar menentukan pilihan yang baik dan tepat. Namun begitu, usulan tersebut masih perlu mempertimbangkan beberapa hal, termasuk bagaimana jika calon tunggal.
"Kita harus timbang-timbang. Ini kan masih ada hak dia. Bagaimana kalau belum pemilu, belum selesai (terlanjur didiskualifikasi), putusan dia keluar inkrah bahwa dia enggak salah. Cara mengembalikan haknya gimana?" lanjutnya.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menilai dengan didiskualifikasinya calon akan muncul banyak penolakan.
"Kalau ada calon yang di-OTT lalu didiskualifikasi. Tapi situasi itu kan (bisa dilakukan) dalam konteks kalau pengaturannya mapan. Dan Undang-Undang kan tidak memungkinkan kontrol itu," jelas Titi.
Untuk itu, Titi menyarankan pilihan yang tetap memelihara hak parpol dengan mengusung calon lain untuk mengganti calon yang menjadi tersangka.
"Sebenarnya, partai juga mendapatkan pembelajaran. Mereka mengalami kerepotan, harus mencari calon. Mereka akan berusaha betul mengganti calon yang menjadi antitesis. Kalau sebelumnya menjadi terpidana korupsi, pencalonan akan diusahakan antitesis dari (label korupsi) itu," kata dia.