Drama Baru Novanto Dimulai dengan 'Tembakan'
Drama Baru Novanto Dimulai dengan 'Tembakan'

Drama Baru Novanto Dimulai dengan 'Tembakan'

By Yudhistira Dwi Putra | 23 Mar 2018 07:45
Jakarta, era.id - Terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, bikin geger persidangan Kamis (22/3) siang. Sejumlah nama 'ditembak' Novanto ikut menerima aliran dana korupsi e-KTP.

Nama yang disebut Novanto kemarin di antaranya Menko PMK Puan Maharani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, anggota Komisi II DPR Chairuman Harahap, Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Melchias Markus Mekeng, anggota Komisi VII Tamsil Linrung, hingga Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey.

Tak hanya menyebut nama, Novanto juga merinci jumlah pembagian uang hingga cerita bagaimana uang itu dibagikan. Untuk Chairuman misalnya, yang disebut Novanto menerima 500.000 dolar AS. Selain Chairuman, Mekeng, Tamsil dan Olly juga disebutnya menerima uang dengan jumlah yang sama.

“Pertama adalah untuk komisi II, Pak Chairuman sejumlah 500.000 dolar AS, untuk Ganjar sudah dipotong oleh Chairuman, dan untuk kepentingan pimpinan Banggar disampaikan juga ke Melchias (Markus) Mekeng 500, Tamsil Linrung 500, Olly Dondokambey 500,” ujar Novanto saat memberi keterangan persidangan.

Kisah bagaimana uang e-KTP sampai ke tangan Puan dan Pramono, itu juga Novanto masih hafal betul. Ia menuturkan, Puan dan Pramono masing-masing menerima 500.000 dolar AS.

Manuver Novanto

Pramono kebingungan karena namanya ujuk-ujuk disebut Novanto. Ia mengaku tak pernah menerima uang apa pun terkait e-KTP. Pramono punya dugaan, apa yang dilakukan Novanto adalah bagian dari drama lain, kalau dulu tujuan drama untuk menghindari jeratan bui, kali ini dia yakin Novanto punya tujuan berbeda.

Menurut Pramono, ocehan Novanto kali ini adalah cara untuk mendapat perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ujung-ujungnya, ya agar permohonan Novanto menjadi justice collaborator (JC) tercapai.

"Jika pencatutan nama hanya untuk mencari JC untuk meringankan hukuman, harusnya Setnov tidak asal bicara mencatut nama-nama," kata Pramono yang ditemui wartawan di Kompleks Istana, Kamis (22/3).

Selain dugaan di atas, Pramono juga punya alibi yang menurutnya bisa mematahkan tuduhan Novanto. Menurut Pramono, sangat tak masuk akal jika dirinya disebut terlibat dalam skandal e-KTP. Saat di parlemen dulu, Pramono adalah Wakil Ketua DPR yang membawahi Komisi IV-VII. Sedang proyek e-KTP, kata Pramono adalah program pemerintah pusat yang singgungannya ada pada Komisi II.

"Jadi, kalau saya sebagai Pimpinan DPR, tidak ada urusannya dengan Komisi II, tidak ada urusannya dengan Banggar (Badan anggaran)," lanjut Pramono. 

Tak berlebihan juga rasanya jika Pramono terkejut. Seperti Puan, ini adalah kali pertama nama Pramono disebut dalam skandal e-KTP. Jaksa penuntut umum (JPU), Ahmad Burhanudin pun mengamini hal itu. Menurut Burhanudin, nama Pramono dan Puan jadi nama yang baru kali ini muncul.

Soal kemungkinan dikabulkannya permohonan Novanto sebagai JC, Burhan tak mau bicara jauh. Yang jelas, ia dan panel JPU terus mempelajari fakta-fakta yang didapat dalam persidangan. Fakta-fakta itu, kata Burhanudin bisa saja jadi pertimbangan untuk mengabulkan atau menolak permohonan Novanto.

“Dua nama tadi baru. Nama Puan dan Pramono. Kalau yang lain ada. Setiap informasi yang masuk akan kami pelajari seperti apa kaitannya,” kata Burhan usai persidangan kemarin siang, Kamis (22/3).

Infografis (era.id)

Menimbang status JC Novanto

Jika dugaan Pramono benar, bahwa Novanto tengah berburu tempat 'di sisi KPK', maka penting rasanya untuk menimbang bagaimana peluang Novanto menjadi seorang JC.

Untuk menimbang peluang itu, kita gunakan ketentuan hukum yang mengatur pemberian status JC kepada seseorang, sebagai indikator paling masuk akal. Berdasar sejumlah peraturan, setidaknya dirumuskan tiga syarat yang harus dipenuhi seorang pelaku pidana untuk menjadi JC, yakni mengakui perbuatan, bersedia mengungkap keterlibatan aktor lain secara benar, dan yang terpenting adalah bukan pelaku utama dari sebuah tindak pidana.

Lalu, bagaimana dengan Novanto?

Yang jelas, hingga saat ini Novanto belum juga mengakui bahwa dirinya bersalah. Bahkan, sejak pertama kali ditetapkan tersangka, Novanto terus-terusan buat ulah. Novanto saat itu terus-terusan mangkir dengan berbagai alasan, mulai dari sibuk urus negara hingga rangkaian sakit yang puncaknya melahirkan ratusan candaan satire seperti meme dan jargon-jargon bernada nyinyir yang ditujukan untuknya.

Belum lagi ketika dirinya ditetapkan sebagai tersangka untuk kedua kalinya. Saat itu Novanto yang berstatus DPO menghilang. KPK dibuat repot mencari Novanto ke sana-sini. Pelarian Novanto saat itu berakhir dengan insiden tiang listrik yang jadi awal dari drama yang lain.

Drama Novanto waktu itu turut menyeret sejumlah orang ke hadapan hukum. Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo; dan Fredrich Yunadi, mantan pengacara Novanto. Keduanya didakwa atas tuduhan persekongkolan merintangi penyidikan Novanto.

Infografis (era.id)

Rekomendasi
Tutup