Kebijakan Anies di Tanah Abang Terbukti Salah
Kebijakan Anies di Tanah Abang Terbukti Salah

Kebijakan Anies di Tanah Abang Terbukti Salah

By Aditya Fajar | 26 Mar 2018 17:01
Jakarta, era.id - Kebijakan Gubernur DKI Anies Baswedan soal penutupan jalur Tanah Abang terbukti salah. Anies harus mau berbesar hati untuk mengubah aturan jika tidak ingin dibebastugaskan. Itulah hasil pemeriksaan terkait penataan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Tanah Abang yang dilakukan Ombudsman. 

"Di Pasal 351 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bila kepala daerah tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman, maka ada sanksi. Karena ranahnya Ombudsman adalah wilayah administratif, maka sanksinya akan administratif (sanksi) itu bisa dinon-job-kan atau dibebastugaskan," kata Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta, Dominikus Dalu saat jumpa pers di kantor Ombudsman, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (26/3/2018).

Rekomendasi Ombudsman memang wajib dilaksanakan setiap kepala daerah. Jika tidak, ada sanksi bagi kepala daerah yang 'berani' melawannya. Tapi yang perlu diketahui, Ombudsman baru menerbitkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). Laporan ini bisa berubah jadi rekomendasi bila Pemprov yang dipimpin Anies mengabaikannya. Ombudsman memberikan waktu 60 hari kepada Anies untuk memperbaiki maladministrasi dalam pengalihfungsian Jalan Jatibaru di Tanah Abang.

Baca: Sandiaga Ogah Disebut Tanah Abang Semrawut

"Kalau penataan PKL kami beri 60 hari karena berkaitan dengan manusia ya berkaitan dengan pedagang di sana kita beri ruang. Kalau tidak ada tindakan ya sudah naikkan ke rekomendasi." jelas Dominikus.

Secara simbolis LAHP diserahkan Dominikus ke Kepala Dinas Perhubungan Andri Yansyah, Inspektur Pengawas Daerah Polda Metro Jaya Kombes Komarul Zaman, serta Kepala Sub-Direktorat Pemerintah Aceh, DKI, DIY, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Sartono.

Pelanggaran Maladministrasi Kebijakan

Ombudsman menemukan sejumlah pelanggaran maladministrasi atas kebijakan tersebut. Salah satunya, Anies tidak kompeten dalam mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya.

"Gubernur DKI Jakarta tidak memiliki perencanaan yang matang, terkesan buru-buru dan parsial karena Pemprov DKI belum miliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL di Provinsi DKI," kata Dominikus.

Selain itu, ditemukan adanya penyimpangan prosedur atas penutupan jalan. Kebijakan yang dilakukan Pemprov DKI ini tidak punya izin dari Polda Metro Jaya.

Baca: Efek Domino Gagalnya Penataan Tanah Abang

"Kebijakan tersebut merupakan pengabaian hukum berupa diskresi yang tidak sejalan dengan ketentuan penggunaan diskresi sebagaimana Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dan mengabaikan Perda Nomor 1 Tahun 2012 dan Perda Nomor 1 Tahun 2014," jelas Dominikus.

"Alih fungsi Jalan Jatibaru Raya juga melanggar Undang-Undang tentang jalan, lalu lintas, dan ketertiban umum. Selain itu, Pemprov DKI juga menyampingkan hal pejalan kaki dalam menggunakan fasilitas trotoar," lanjutnya.

Selanjutnya, Pasal 351 ayat (5) menyatakan kepala daerah yang tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 351 ayat (4) diberikan sanksi berupa pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan yang dilaksanakan oleh Kementerian serta tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh Wakil Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Rekomendasi
Tutup