Menghayati Makna di Balik Jumat Agung

| 30 Mar 2018 14:48
Menghayati Makna di Balik Jumat Agung
Ilustrasi (Pixabay)
Kupang, era.id - Hari ini, seluruh umat Kristen dunia merayakan Jumat Agung. Perayaan ini merupakan momen perenungan umat untuk berkabung dalam sepi, meratapi kisah sengsara Yesus dalam perjalanan-Nya menuju Golgota, hingga akhirnya wafat di atas kayu salib.

Hukuman salib sekaligus kematian Yesus menandai puncak gerakan antikekerasan yang digencarkan Yesus demi membela rakyat yang ketika itu ditindas penguasa agama yang berkonspirasi dengan penguasa politik.

Salib merupakan risiko tertinggi yang harus ditanggung Yesus dalam kesetiaan dan konsistensi-Nya membela umat yang dipinggirkan, diperlakukan tidak adil, dan diperas oleh tangan-tangan kotor penguasa agama dan politik zaman itu.

Salib juga jadi pertanda konsekuensi logis sikap Yesus dalam kerelaannya memberikan pipi kiri kepada sang penampar yang telah menghajar pipi kanannya. Hal itu merupakan bentuk perlawanan radikal yang memutus siklus kekerasan dan balas dendam lewat perdamaian.

Karenanya, bagi umat Kristen, salib adalah sebuah penebusan, juga tantangan hidup bagi mereka yang percaya kepada-Nya. Ketika seorang Kristiani menerima salib itu, mereka percaya Yesus akan mengubahnya menjadi sebuah penebusan, bagai sebuah firdaus yang membahagiakan.

Jumat Agung kali ini dimaknai sebagai semangat untuk membangkitkan dan membangun interaksi dan kebersamaan antar manusia. Bahwa dalam hidup, yang dicari manusia adalah kesejatian hidup, yaitu hidup yang sejahtera, bukan saja dalam arti material, melainkan juga dalam arti mampu mengungkapkan dirinya sebagai citra Allah dalam membangun relasi dengan Allah, sesama manusia, serta ciptaan lain dan seluruh alam semesta.

Pdt. Midian K.H. Sirait, M.Th. dalam sebuah refleksinya, seperti dikutip Antara, menyampaikan bahwa sifat mengampuni merupakan ciri khas kekristenan. Karenanya, siapa pun yang pernah menyakiti, mengecewakan, dan menghianati, hendaknya diampuni karena pengampunan itu lahir dari hati yang dekat kepada Tuhan yang mengerti akan kehendak-Nya.

Hal ini tampak dalam diri Nelson Mandela, pahlawan anti-apartheid dari Afrika Selatan. Dunia mengenalnya sebagai tokoh perjuangan pembebasan manusia kulit hitam di Afrika Selatan. Meski telah berkali-kali ditangkap oleh penguasa kulit putih dan dijebloskan ke penjara, Mandela tak menyerah memperjuangkan gerakan anti sistem pemisahan ras yang diterapkan pemerintah Afrika Selatan saat itu. Berkat perjuangan Mandela, kini Afrika Selatan telah bebas dari politik apartheid.

Perjuangan Mandela telah menginspirasi dunia, utamanya mengajarkan soal pengorbanan seorang pemimpin besar. Pengorbanan menjadi ciri yang melengkapi kepemimpinan. Pemimpin yang berkorban, selain tergerak oleh visi dan misinya, mereka juga adalah orang-orang yang memiliki empati dan berorientasi melayani orang lain. Rasa pelayanan itu adalah unsur utama dalam proses kepemimpinan.

Jumat Agung telah menginspirasi makna pengorbanan tersebut, yang diharapkan dapat menginspirasi pula para pemimpin di negeri ini untuk rela berkorban demi mewujudkan mimpi rakyatnya dalam menggapai gerbang sejahtera yang berkeadilan.

Tags : paskah
Rekomendasi