“Saya pribadi tidak suka atau tidak setuju, dan tidak senang dengan istilah 'tahun politik'. Tetapi memilih tahun persatuan,” tuturnya di Gereja Katedral Jakarta, Jakarta Pusat, Minggu (1/4/2018).
Menurutnya, penggunaan istilah 'tahun politik' justru menciderai makna politik itu sendiri. Sebab yang terjadi adalah maraknya kasus korupsi yang dilakukan oleh para politikus.
“Dengan menggunakan istilah 'tahun politik', kita merendahkan arti politik. Ya, karena yang terjadi kan politik isinya hanya siapa yang mau jadi bupati atau gubernur. Dan apa yang mewaranai? Suap, tangkap tangan. Apakah itu artinya politik?” tuturnya.
Baca Juga : Kapolri Minta Sistem Pilkada Langsung Dievaluasi
Untuk itu, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat, terutama umat Katolik untuk dapat memaknai 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia, dengan mengamalkan Pancasila, yang telah menjadi agenda besar Keuskupan Agung Jakarta sejak tahun 2016. Imbauannya adalah umat harus mampu menerjemahkan Pancasila dalam perilaku keseharian, bukan sekadar ucapan belaka.
“Ya kalau politik tidak diresapi dengan nilai-nilai Pancasila, ya jadinya begini nih. Ada berapa yang tertangkap OTT? Pancasila hanya diucapkan, tidak pernah diterjemahkan menjadi gagasan-gagasan, diterjemahkan lagi jadi gerakan, kemudian jadi habitus baru,” kata dia.
Infografis (era.id)
Baca Juga : Penetapan Tersangka Cawalkot Malang Tak Terkait Pilkada
Pilkada serentak akan digelar pada 2018 di 171 daerah, yang terdiri dari 17 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, Maluku Utara, serta 39 kota, dan 115 kabupaten. Pemungutan suara dilakukan pada 27 Juni.
Sedangkan pada 2019 mendatang akan digelar kontestasi politik Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).
Infografis (era.id)