Saksi yang dihadirkan oleh JPU KPK adalah dokter, perawat, dan petugas keamanan dari RS Medika Permata Hijau. Mereka diundang karena dinilai mengetahui dan melihat sendiri kondisi Setya Novanto ketika datang atau dirawat pasca mengalami kecelakaan.
“Achmad Rudyansyah (advokat), Francia Anggreni (dokter), Indri Astuti (supervisor keperawatan), Nurul Rahmah Nuari (perawat), Abdul Aziz dan Mansur (security),” tutur JPU KPK Takdir Suhan melalui pesan singkat, Senin (2/4/2018).
Di persidangan sebelumnya, seorang perawat IGD RS Medika Apri Sudrajat mengatakan bahwa Novanto datang ke RS sekitar pukul 19.00 WIB tanggal 16 November 2017 menggunakan mobil van putih. Apri mengaku melihat Novanto dalam kondisi sadar dengan mata terbuka ketika sampai ke RS, yang tentu berbeda dengan kesaksian Novanto bahwa dirinya pingsan pasca kecelakaan.
“Saya waktu akan jemput, dia sudah terbaring dan ditutupi selimut, matanya terbuka,” tutur Apri.
Apri menambahkan, Novanto bahkan sebelum memasuki lift menuju ruang VIP di lantai 3, sempat membetulkan selimut yang menutupi wajahnya.
“Tangan Setnov sempat membetulkan selimut di wajahnya saat akan masuk lift, menuju ruang rawat inap,” tuturnya.
Oleh jaksa KPK, Bimanesh didakwa merintangi penyidikan KPK atas Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Bimanesh juga disebut bekerja sama dengan pengacara Fredrich Yunadi untuk merekayasa sakitnya Novanto.
Atas perbuatannya, Fredrich Yunadi dan Bimanesh Sutarjo ditetapkan sebagai tersangka merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Keduanya diduga memanipulasi data medis Novanto untuk menghindari pemeriksaan KPK pada November 2017.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.