Jakarta, era.id - Sultan al-Otaibi (28) bahagia bukan main karena bisa mengajak istri dan anak perempuannya pergi ke bioskop. Baginya, ini adalah impian yang terwujud, untuk menikmati tayangan film di bioskop dalam negerinya sendiri, Arab Saudi.
Sebelumnya, al-Otaibi dan ribuan warga Saudi harus pergi ke luar negeri seperti Uni Emirat Arab atau Bahrain untuk menikmati hiburan ruang gelap berpajang layar, lantaran pemerintah Saudi melarang bioskop beroperasi di seluruh daratan Saudi.
"Ini lebih nyaman, lebih menyenangkan dengan perubahan pemandangan dan kegiatan di akhir pekan. Ini adalah langkah yang sangat terlambat, tapi syukurlah hal itu terjadi sekarang," ucap al-Otaibi sebagaimana ditulis Antara Januari 2018.
Larangan operasional bioskop telah berlaku sejak 35 tahun lalu, dan resmi berakhir pada pertengahan Januari 2018. Pencabutan larangan ini merupakan bagian dari upaya Saudi mereformasi dan meliberalisasi diri. Kini, globalisasi mulai merasuki Saudi.
Sebelum mengembalikan pengoperasian bioskop, Saudi juga telah mencabut dan meresmikan sejumlah peraturan, seperti pencabutan larangan perempuan mengemudi mobil hingga memberi izin kepada perempuan untuk menyaksikan pertandingan sepak bola di dalam stadion.
Meski globalisasi terkesan mendominasi berbagai peraturan penting pengiring reformasi dan liberalisasi ini, pemerintah Saudi memastikan negaranya enggak bakal kebablasan. Mereka mengklaim punya cara buat melindungi nilai adat, budaya dan keagamaan yang dianut.
Dalam pencabutan larangan operasional bioskop ini misalnya. Pemerintah Saudi memastikan setiap film yang diputar nantinya akan terlebih dahulu disaring oleh lembaga sensor setempat.
Putra Mahkota, Mohammed bin Salman yang memimpin gerakan reformasi dan liberalisasi menyebut langkah-langkah itu sebagai keputusan penting yang harus diambil pemerintah untuk menghentikan ketergantungan Saudi pada minyak. Maklum, harga minyak terus merosot, nih!
Pemerintah Saudi menargetkan pembangunan 300 gedung bioskop dan membuka 2.000 layar hingga tahun 2030. Selain itu, mereka juga sedang pemanasan buat membangun industri perfilman mereka sendiri. Pemerintah Saudi punya ekspektasi yang enggak kecil. Mereka menargetkan seenggaknya pemasukan 24 miliar USD sebagai penunjang perekonomian plus menciptakan 30.000 lapangan kerja baru dari film.
Globalisasi
Sulit mengesampingkan fakta bahwa globalisasi ada di balik reformasi dan liberalisasi Saudi. Lagipula --selain gerakan ini memang berjudul liberalisasi-- Sang Pangeran Arab sudah terang-terangan bilang, berbagai keputusan terkait refomasi dan liberalisasi ini sebagai upaya Saudi membuka diri.
Sebelumnya, Saudi diketahui cukup tertutup pada berbagai pengaruh global. Termasuk pelarangan bioskop ini, yang menurut catatan telah diterapkan sejak tahun 1980-an. Pelarangan itu ditetapkan atas tekanan dari kelompok konservatif.
Lalu, apa itu globalisasi?
Banyaknya pendapat tentang globalisasi kerap memancing kerancuan. Pemahaman globalisasi sendiri selalu dikaitkan dengan konsep dunia tunggal, bahwa pada akhirnya hanya ada satu dunia, yang melebur segala bangsa, tanpa sekat.
Infografis (Wildan/era.id)
Radhakhrishnan dalam bukunya, Eastern Religion and Western Though (1924) menyebut, "untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita. Entah suka atau tidak, timur dan barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah."
Maju ke zaman modern, di mana modernisasi banyak disebut sebagai produk dari perkembangan teknologi. Douglas Kellner dalam jurnal Theorizing Globalization mengatakan, globalisasi adalah produk dan revolusi teknologi sekaligus restrukturisasi global kapitalisme.
Globalisasi melibatkan pasar kapitalis serta seperangkat relasi sosial dan aliran komoditas, kapital, teknologi, ide-ide, kebudayaan, dan penduduk yang melewati batas-batas nasional via jaringan masyarakat global.
Buat saya yang tengah mendengarkan Album Sgt Pepper's Lonely Hearts Club Band sembari menulis artikel ini, saya sepakat dengan Kellner.
Entah! Rasanya, tanpa internet, saya enggak akan mungkin bisa menikmati pukulan drum Ringgo Starr atau suara merdu Paul McCartney, atau menghayati cara George Harrison menyelami alam spiritual manusia, atau mencerna gagasan John Lennon soal bagaimana dunia ini berjalan.
Tapi, tentu saja internet hanya bagian kecil dari konsep globalisasi. Karena konsep itu sejatinya sudah lahir sejak beberapa abad lalu. Contoh globalisasi yang terjadi di awal kehidupan masyarakat dunia adalah terbukanya jalur perdagangan antar negara yang memicu munculnya pertukaran budaya dan pikiran di sela-sela kegiatan ekonomi.
Menyikapi globalisasi
Tenang! Kami enggak bakal menghasut kamu untuk anti terhadap konsep globalisasi. Bukannya enggak nasionalis. Tapi, mari kita lihat konsep globalisasi dari perspektif yang berimbang.
Kami enggak memungkiri bahwa derasnya arus globalisasi turut membawa sejumlah dampak negatif. Secara enggak langsung, globalisasi memiliki sifat sedikit memaksa. Artinya, masyarakat suka enggak suka harus menerima hadirnya berbagai bentuk globalisasi dalam kehidupan mereka.
Sifat globalisasi itu yang kemudian memicu anggapan bahwa globalisasi adalah sebuah virus yang dapat berpengaruh pada pudarnya eksistensi budaya-budaya lokal. Kesalahan dalam merespons globalisasi dianggap dapat mengancam budaya lokal.
Apalagi kalau otoritas yang berdiri sebagai pemegang kebijakan di sebuah bangsa enggak mampu menyusun strategi asyik agar eksistensi budaya lokal tetap berdiri tegak, bahkan mampu berjalan beriringan dengan budaya lain yang timbul sebagai dampak globalisasi.
Di Indonesia sendiri, globalisasi mulai menyentuh anak bangsa pada era pemerintahan Orde Baru. Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, liberalisasi dilakukan. Saat itu juga budaya asing masuk dan menjamur di Nusantara.
Padahal, jauh sebelum liberalisasi yang dipimpin Soeharto, Proklamator Soekarno pernah dengan amat tegas melarang berbagai bentuk paparan budaya barat untuk masuk ke Indonesia. Hal itu dilakukan Soekarno untuk menjaga semangat anak bangsa yang kala itu tengah membangun revolusi kebangsaan.
Ya, semua boleh punya perspektif masing-masing. Termasuk kamu! Yang jelas, bapak-bapak pendahulu kita itu pasti punya maksud, toh?!