Saat ini, kata Susanto, KPAI tengah membangun kerja sama dengan dua institusi terkait yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menangani hal tersebut.
Dengan begitu, lanjut Susanto, masyarakat bisa terlindungi dari penyalahgunaan kegiatan politik. Salah satunya caranya dengan menimbulkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif memberikan pendidikan politik bagi pemilih pemula.
Infografis merebut suara milenial. (era.id)
"Semangatnya sebenarnya tidak hanya mengawal bagaimana anak tidak disalahgunakan dalam kegiatan politik, tapi pihak lain, bagaimana anak-anak kita, khususnya pemilih pemula, itu mendapatkan pendidikan politik terbaik," kata Susanto di kantor KPAI, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018).
Baca Juga : KPAI Minta Parpol Tak Libatkan Anak
Dia menambahkan, pendidikan politik yang baik bagi pemilih pemula itu di antaranya tidak bermuatan SARA dan ujaran kebencian. Hal ini, tegas Susanto, demi melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang.
"Jangan anak dimanfaatkan untuk kepentingan aktivitas yg menjurus pada hal-hal yang melanggar Undang-undang," kata dia.
Sebelumnya, KPAI mengungkap ada 248 kasus penyalahgunaan anak selama kampanye Pemilu 2014. Jumlah ini, merupakan sumbangan angka dari dua belas partai politik peserta Pemilu 2014.
Berdasarkan catatan posko pengaduan KPAI 2014, partai politik yang melakukan pelanggaran pelibatan anak tersebut di antaranya, PDI Perjuangan 33 kasus, Partai Gerindra 31 kasus, Partai Golkar 30 kasus, Partai Hanura 25 kasus, Partai Demokrat 24 kasus, Partai Nasdem 23 kasus, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 22 kasus, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasioal (PAN) 16 kasus, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) 11 kasus, Partai Persatuan Pembangunan 10 kasus, dan Partai Bulan Bintang 7 kasus.