ERA.id - Pakar hukum Petrus Selestinus menilai tidak masuk akal jika tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK bertujuan menyelamatkan Harun Masiku.
"Itu tudingan ngawur. Tidak masuk akal hanya untuk mengamankan Harun Masiku sebuah sistem dilahirkan. Itu tuduhan orang-orang sakit jiwa," kata Petrus Selestinus dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Senin (7/6/2021).
Petrus menegaskan bahwa TWK ini merupakan perintah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Oleh karena itu, kata dia, masyarakat harus menyadari bahwa menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus berprinsip pada nilai dasar, kode etik, kode perilaku, integritas moral, taat pada UUD NRI Tahun 1945 dan pemerintahan yang sah.
Ia menekankan bahwa ASN harus setia pada Pancasila dan bertakwa kepada Tuhan.
"Jadi, jika ada yang setuju Pancasila diganti, itu sama dengan seideologi dengan HTI atau PKI sebagai ormas dan partai terlarang. Ini kesalahan besar calon pegawai KPK memahami nilai dasar yang dituntut dalam UU ASN," kata Petrus.
Menurut dia, Presiden Joko Widodo tidak perlu turun tangan sepanjang pelaksanaan alih tugas pegawai KPK menjadi ASN itu tidak melanggar hukum.
"Meskipun soal rekrutmen ASN di bawah tanggung jawab BKN, Menpan, KASN, dan LAN, Presiden tidak perlu turun tangan karena jalannya alih ASN KPK sesuai dengan prosedur," katanya.
Setelah KPK bersih dari orang-orang yang menyimpang, dia berharap lembaga antikorupsi itu harus tampil digdaya.
"Buka lagi kasus-kasus yang mangkrak di KPK dan benahi praktik tebang pilih selama ini terjadi," katanya.
Petrus mengatakan bahwa sistem di KPK akan tetap berjalan meski ada beberapa orang tidak lulus TWK.
Bahkan, lanjut dia, Ketua KPK Firli Bahuri pun memastikan bahwa penanganan perkara, terutama perkara besar, terus berjalan walaupun ada pegawai yang dibebastugaskan karena tidak lulus TWK.