Protes ini dilayangkan karena obat pribadinya, berjenis Alganax, disita KPK. Padahal, obat itu harus dikonsumsinya dua kali sehari. Obat tersebut, sudah dia konsumsi selama 15 tahun.
"11 macam obat saya, yang dipermasalahkan ini cuma satu (Alganax). Semua obat keras. Mereka melalukan diskriminasi sengaja. Obat itu saya pakai 15 tahun," kata Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/4/2018).
Ada dua setrip obat yang disita KPK. Satu setrip ini dikonsumsi untuk 10 hari. Selama penyitaan ini, dia hanya dikasih obat sebanyak satu setrip. Atas tindakan ini, Fredrich menganggap KPK bertindak diskriminatif.
(Infografis kemewahan Fredrich Yunadi yang perlahan luntur/era.id)
"Saya terima satu setrip untuk 10 hari. Mungkin masih bisa untuk sampai besok malam, tapi yang sisa dua setrip masih ditahan," tutur Fredrich.
Sementara itu, JPU KPK Roy Riady memberikan tanggapan terhadap pernyataan Fredrich. Roy mengatakan, KPK sudah menebus 60 butir Alganax dari total kebutuhan 240 butir untuk Fredrich.
Roy menambahkan, obat itu tergolong obat keras, karena itu, dokter KPK melakukan pengawasan yang lebih ketat.
"Obat ini obat keras, jadi harus dikontrol. Kalau sudah habis, terdakwa konsumsi pasti kita berikan obat tersebut. Di KPK jaminan kesehatan para terdakwa itu nomor satu," tutur Roy.
Baca Juga : Merasa Tak Nyaman, Fredrich Minta Pindah Rutan
Fredrich menimpali pernyataan ini. Dia menganggap apa yang disampaikan Roy adalah kebohongan.
"Bohong itu semua," kata Fredrich.
Pada perkara ini, Fredrich diancam dengan pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.