"Sebelumnya, saya sampaikan apresiasi mendalam kepada yang mulia majelis hakim dan anggota jaksa penuntut umum, atas jalannya sidang yang penuh kearifan, ketegasan dan kehati-hatian pada persidangan yang berjalan dengan sangat baik berwibawa dan sangan adil dalam memutus perkara ini," kata Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).
Novanto mengutip, surat An-Nisa ayat 58 tentang keadilan. Menurutnya apa yang akan diputuskan majelis hakim pada perkara ini telah mendasarkan rasa keadilan.
"Sungguh Allah SWT maha adil yang menerima-NYA dah hukuman manusian dengan adil seperti dalam kitab suci Al-Quran pada surat An-nisa ayat 58," tuturnya.
Dirinya bersyukur, di penguhujung sidang ini Novanto dalam keadaan yang sehat sehingga masih mampu mengikuti persidangan hingga akhir. Tak lupa dalam nota pembelaannya ini, ia meminta maaf baik kepada majelis hakim maupun JPU atas sikapnya yang dirasa tidak kooperatif.
"Saya sampaikan permohonan maaf saya ini dengan tulus kepada majelis hakim dan JPU apa bila pada proses persidangan ini tutur kata dan sikap kalimat saya tidak mengenakkan. Terlebih keterangan saya yang terasa kurang tepat saat berinteraksi pada saat pemeriksaan," papar Novanto.
"Serta sikap saya yang dirasa tidak kooperatif, saya mohon maaf," imbuh Novanto.
Novanto dituntut hukuman pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya itu, Novanto diminta membayar uang pengganti sekitar USD 7,4 miliar dikurangi pengembalian uang Rp 5 miliar yang telah diterima KPK serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun.
Jaksa meyakini USD 7,3 juta dari proyek E-KTP ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu tidak diterima Novanto. Keyakinan ini menurut jaksa bersumber pada kesesuaian saksi serta rekaman hasil sadapan.
Novanto ditegaskan jaksa terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP. Novanto disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar saat itu memiliki hubungan kedekatan dengan Andi Narogong.