Pentingnya Menyikapi Perkawinan Remaja Secara Bijak
Pentingnya Menyikapi Perkawinan Remaja Secara Bijak

Pentingnya Menyikapi Perkawinan Remaja Secara Bijak

By Yudhistira Dwi Putra | 16 Apr 2018 12:09
Jakarta, era.id - Pernikahan dua pelajar SMP di Bantaeng, Sulawesi Selatan tengah disoroti berbagai pihak, termasuk Ketua DPR, Bambang Soesatyo yang turut angkat suara terkait persoalan ini.

Bamsoet --sapaan akrab Bambang Soesatyo-- mengatakan, persoalan ini sejatinya cukup rumit. Pernikahan ini jelas bukan hal yang wajar. Namun, tentu tak ada yang bisa menyalahkan pernikahan keduanya.

Undang-undang (UU) sebenarnya telah mengatur angka 16 tahun sebagai usia minimal pernikahan. Tapi, UU juga memberi celah yang dapat digunakan untuk mengakali ketentuan tersebut.

Dalam Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tercantum ketentuan soal batas minimal usia menikah, yaitu 19 tahun buat laki-laki dan 16 tahun buat perempuan. Namun, dalam turunannya, pasal tersebut mengatur langkah yang dapat dilakukan jika terjadi penyimpangan dalam pengamalan pasal tersebut.

Berikut bunyi Pasal 1 UU 1/1974:

1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

2. Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.

3. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Bukan cuma itu, menurut Bambang, pernikahan dini di Bantaeng ini merupakan sebuah fenomena langka. Bambang bilang,  semua pihak harus menyikapi persoalan ini dengan berpegang pada Undang-undang Dasar (UUD) 1945 yang jadi landasan berbangsa dan bernegara.

UUD 1945 telah mengatur, hanya warga negara yang memiliki KTP dan berusia 17 tahun yang boleh menikah atau dinikahi. Dalam banyak kasus, penerapan UUD 1945 sebagai landasan hukum sangat dimungkinkan untuk mencegah seseorang menikahi anak di bawah umur.

Tapi, pernikahan dini di Bantaeng ini jelas berbeda, sebab kedua pengantin sama-sama di bawah umur. Sang remaja laki-laki baru menginjak usia 15 tahun 10 bulan, sedang remaja perempuan baru berusia 14 tahun 9 bulan.

Karena itu, Bambang mendorong pengkajian lebih dalam terkait fenomena ini. Menurutnya, penting untuk menyikapi persoalan ini secara bijak, mempertimbangkan berbagai aspek, tanpa menghakimi salah atau benar.

"Ya kita kembalikan ke UUD, yang boleh menikah yang memiliki KTP dan 17 tahun. Kalau menikahi umur di bawah 17 tahun itu kan pidana, tapi karena kasusnya sama-sama di bawah umur ya barangkali juga perlu kajian. Tapi kalau saya baca selintas motivasi adalah ingin segera berumah tangga. Kita kembalikan pada ajaran agama, adat dan hukum positif," papar Bambang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/4/2018).

Infografis (Rahmad/era.id)

Risiko kehamilan dan persalinan

Pernikahan di bawah umur juga disebut-sebut bakal meningkatkan risiko kesehatan. Bidan Senior dari Poli Obsgyn Rumah Sakit Halim Perdanakusuma, Ratih Sumirat mengatakan, secara fisik, rahim perempuan dibawah usia 20 tahun belum cukup siap untuk mengandung.

Selain itu, pada usia tersebut, perempuan dianggap belum memiliki postur tubuh yang ideal untuk melahirkan. Lebar panggul yang belum cukup seringkali menjadi kendala dalam proses persalinan. "Secara postur saja kan kadang kita bisa lihat secara awam. Badannya masih kecil sekali tapi sudah hamil, sudah mengandung," kata Ratih.

Ratih menambahkan, perempuan yang hamil di masa remaja berisiko lebih tinggi mengalami tekanan darah tinggi dan preeklamsia dibanding mereka yang hamil di usia ideal kehamilan dan persalinan, 20-30 tahun. Tekanan darah tinggi yang menyerang ibu dapat berpengaruh pada tumbuh kembang janin di kandungan. Selain pada ibu, calon bayi juga menanggung bahaya.

Berbagai risiko dapat terjadi pada anak yang lahir dari rahim ibu yang terlalu muda. Remaja yang hamil di bawah usia 18 tahun memang lebih berisiko untuk melahirkan bayi prematur dan mengalami komplikasi. Bayi yang lahir terutama sebelum 32 minggu akan dihadapkan pada risiko gangguan pernapasan, pencernaan, penglihatan, serta otak.

Belum lagi ancaman kanker. Pernikahan di usia terlalu muda disebut-sebut bakal meningkatkan risiko kanker leher rahim. Menurut penelitian, kehamilan di bawah usia 20 tahun sangat rentan dengan serangan kanker leher rahim. Pada usia tersebut, sel-sel leher rahim belum matang, apabila terpapar human papiloma virus atau HPV, pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.

Rekomendasi
Tutup