Brittany Kaiser adalah orang yang membawa cetak biru itu ke The Guardian. Brittany adalah mantan Direktur Pengembangan Bisnis yang baru saja mengakhiri kontrak dengan Cambridge Analytica. Cetak biru itu disebut-sebut sebagai rujukan penting untuk mendalami kasus penyalahgunaan data ini.
Dalam cetak biru itu, diungkap bagaimana 50 juta data yang berhasil dijaring Cambridge Analytica lewat sebuah kuis kepribadian di Facebook dimanfaatkan sebagai basis kampanye digital Trump. "Ini adalah kumpulan kampanye digital berbasis data yang digunakan Trump," ungkap Brittany, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Rabu (16/4/2018).
Infografis "Ke Mana Data Kita?" (era.id)
The Guardian merinci, cetak biru tersebut berbentuk 27 halaman materi presentasi yang dibuat Cambridge Analytica untuk mengajukan kerja sama dengan klien-klien yang mereka sasar. Dari pembedahan terhadap 27 halaman itu, terungkap bagaimana cara Cambridge Analytica 'bermain'.
Setidaknya, terungkap beberapa metode yang dilakukan Cambridge Analytica terhadap data-data yang berhasil mereka jaring, mulai dari penelitian, survei intenstif, pemodelan data, hingga pengoptimalan penggunaan algoritma Facebook. Dengan pengoptimalan algoritma, Cambridge Analytica bisa menembakkan sepuluh ribu pesan berupa iklan berbeda kepada pengguna --yang mereka sebut audiens-- yang mereka tuju.
Baca Juga : Menyelami Fenomena Penyalahgunaan Data
Dalam cetak biru itu juga terungkap bagaimana pengoptimalan algoritma dimanfaatkan Cambridge Analytica dan tim kampanye Trump untuk 'menyuapi' pemilih-pemilih yang telah terdata sebagai pemilih potensial Hillary Clinton dengan pemberitaan-pemberitaan negatif tentang istri dari Bill Clinton itu. Begitu pun sebaliknya. Pemilih yang kira-kira bakal memilih Trump akan diberikan pemberitaan-pemberitaan harum soal Trump.
Praktik itu dilakukan Cambridge Analytica dan tim kampanye Trump selama berbulan-bulan sebelum berlangsungnya pemilihan presiden (Pilpres) AS 2016 lalu. Hasilnya memang luar biasa. Dalam catatan yang dipresentasikan Cambridge Analytica usai kemenangan Trump, terdata pesan-pesan yang mereka sebar selama masa kampanye tempo hari dikonsumsi miliaran kali sasaran-sasaran mereka, yakni calon pemilih, baik yang cenderung pada Hillary atau pun pemilih potensial Trump sendiri.
"Ada permintaan dari orang-orang di lingkaran perusahaan untuk tahu bagaimana kami melakukannya. Semua orang ingin tahu, baik itu klien lama maupun klien potensial. Tentu kami bisa saja menunjukkannya pada orang yang telah menandatangani persetujuan," ungkap Kaiser.
Platform selain Facebook
Fakta menarik lain yang berhasil terungkap dari pengakuan Brittany adalah bahwa Facebook bukan satu-satunya sungai yang dipasangi jaring perangkap oleh Cambridge Analytica dan tim kampanye Trump. Brittany mengungkap, sejumlah platform media sosial seperti Twitter dan Snapchat juga dimanfaatkan untuk menjaring data. Meski begitu, Brittany enggan mengungkap detail bagaimana Cambridge Analytica bermain di dua platform tersebut.
Yang jelas, dalam permainan big data ini, Cambridge Analytica juga berperan untuk memantau efektivitas dari setiap pesan yang mereka lempar kepada orang-orang yang mereka jadikan target. Nanti, hasil pantauan itu akan dievaluasi oleh kliennya. Evaluasi itu kemudian akan dijadikan dasar untuk Cambridge Analytica mengoptimalisasi algoritma penyebaran data agar kampanye digital yang dilakukan berhasil maksimal.
Ilustrasi Facebook (Pixabay)
Baca Juga : Facebook dan Politik AS
Di Indonesia sendiri, sebanyak 1,3 juta data pengguna Facebook asal Indonesia jadi bagian dari yang terjaring kuis kepribadian yang dilempar Cambridge Analytica untuk menghimpun data-data para pengguna Facebook. DPR, kemarin siang telah memanggil perwakilan Facebook untuk menjelaskan persoalan tersebut.
Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia, Ruben Hattari menjelaskan, kebocoran data ini bukan bersumber dari sistem pengamanan Facebook terhadap data penggunanya. "Penting untuk saya sampaikan bahwa tidak pernah terjadi kebocoran data dari sistem Facebook. Kejadian ini bukanlah kejadian di mana pihak ketiga menembus sistem Facebook atau berhasil lolos dari perangkat pengamanan data yang kami miliki," kata dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/4).
Baca Juga : Facebook Bantah Ada Kebocoran Data
Sebelumnya, di hadapan kongres AS, bos Facebook, Mark Zuckerberg juga sudah diperiksa. Kepada kongres, Zuckerberg menjelaskan hal yang kurang lebih sama, bahwa betul ada celah yang berakibat pada pelanggaran kepercayaan. Namun, Zuckerberg juga menolak jika kebocoran data ini disebut bersumber dari sistem keamanan Facebook.