"Tentu saja kemampuan guru akan kita dorong dengan pelatihan dan kurikulumnya. Kontennya akan kita benahi, bagaimana supaya terutama matematika, di mana apply matematika praktis itu bisa betul-betul kontennya sesuai dengan alam keseharian asli siswa di Indonesia," kata Muhadjir di Kantor Kemendikbud, Jakarta Selatan, Rabu (2/5/2018).
Peningkatan itu, kata Muhadjir dilakukan untuk mendorong kelancaran program pemerintah dalam menerapkan Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau soal penalaran sebagai standar ujian nasional.
Mengenai adanya laporan siswa SMA yang menyebutkan bahwa soal matematika dalam UNBK bukan merupakan materi yang pernah diajarkan selama tiga tahun di SMA, Muhadjir menyebut, hal itu bagian dari penerapan HOTS. Namun demikian, kata Muhadjir, dari keseluruhan soal, hanya 10 persen soal yang berstandar HOTS.
"Kita terbiasa hidup ini enaknya banyak dan sengsaranya sedikit. Memang lebih gampang dirasakan sengsaranya sedikit, dan enak lupa, dan padahal dari 40 soal kira-kira hanya enam sampai delapan soal yang berat," tutur Muhadjir.
Baca Juga : Mendikbud Akui Soal UN Sulit
Pemerintah sendiri dalam menerapkan standar internasional berpedoman pada lembaga internasional yang sudah mendapat rekognisi. "Biasanya itu lembaga-lembaga internasional tertentu yang punya reputasi kemudian kita merekognisi, kita mengakui bahwa dia memang cocok untuk kita adopsi atau kita ikuti," tutur Muhadjir.
Lembaga internasional tersebut, memiliki pedoman dan norma tertentu, yang kemudian diadopsi oleh Kemendikbud dalam menerapkan standar soal ujian nasional. Dari standar yang tinggi tersebutlah, Muhadjir yakin, kemampuan daya kritis siswa menjadi terasah.
"Critical thinking itu justru yang dimiliki adalah kemampuan daya kritis siswa. Jadi proses berpikirnya seperti apa, itu akan terlihat dr jawaban siswa," katanya.