Demokrat dan Kasus Korupsi
Demokrat dan Kasus Korupsi

Demokrat dan Kasus Korupsi

By bagus santosa | 06 May 2018 17:38
Jakarta, era.id - Partai Demokrat pernah punya slogan yang dibanggakan, 'katakan tidak pada korupsi'. Slogan itu dibuat dan disiarkan dalam bentuk video menjelang Pemilu 2009. Sejumlah kadernya menjadi talent dalam video itu. Tapi, belakangan, beberapa talent itu malah terlibat korupsi. Sebut saja, Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum yang dipenjarakan KPK karena kasus korupsi.

Mari kita bedah kader Partai Demokrat yang tersangkut korupsi. Kita mulai dari nama Andi M. Mallarangeng yang tersangkut kasus korupsi Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) Hambalang atau yang dikenal dengan istilah Proyek Hambalang. Kasus ini mencuat saat dia menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga pada 2009.

Andi pun divonis terbukti memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2 miliar dan 550 ribu dolar AS dalam proyek tersebut. Dia dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsider 2 bulan penjara. Selain itu, Majelis Hakim membebaskan Andi Mallarangeng hukuman membayar uang pengganti Rp 2,5 miliar sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum.

Masih dalam kasus yang sama, korupsi Hambalang, juga menjerat Anas Urbaningrum, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.  Dia pun divonis penjara 14 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan. Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar kepada negara.

Dari persidangan ini, Anas diketahui mengatur pemenang tender proyek tersebut dengan alasan siapapun yang mampu membantu Anas membiayai Kongres Demokrat 2010 di Bandung sebesar Rp 100 miliar. Dalam Kongres itu, Anas terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. 

Kemudian, bekas Wasekjen Partai Demokrat Angelina Sondakh yang terlibat kasus korupsi Wisma Atlet Sea Games Palembang 2011. Pada putusan di tingkat pertama, Angelina divonis 4,5 tahun penjara. Namun, di tingkat banding, hukumannya meningkat jadi 12 tahun penjara dan hukuman denda sebesar Rp500 juta, ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp12,58 miliar dan 2,35 juta dolar AS atau setara dengan Rp27,4 miliar. 

Vonis tersebut didasari putusan pengadilan tingkat pertama pada 10 Januari 2013, bahwa Angie terbukti menerima suap saat masih menjabat sebagai Anggota Banggar DPR RI sebesar Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS dalam pembahasan anggaran di Kemenpora dan Kemendikbud.

Baca Juga : Uang Suap Amin Santono dari Proyek di Sumedang

Setelah mengajukan peninjauan kembali, Angelina Sondakh mendapat pengurangan vonis menjadi 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, keputusan tersebut tertuang di dalam surat Perkara Peninjauan Kembali No. 107K/Pid.Sus/2015 atas nama Angelina Patricia Pingkan Sondakh.

Pada Sabtu (5/5/2018), satu kader Partai Demokrat kembali tersangkut kasus korupsi. Kali ini dilakukan oleh Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono yang tersangkut kasus suap sebesar Rp500 juta untuk jatah commitment fee dua proyek di Pemkab Sumedang. Kini, Amin ditahan di rutan KPK selama 20 hari ke depan untuk kepentingan pemeriksaan.

Kedua proyek itu adalah Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang senilai Rp4 miliar. Yang kedua adalah proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp21,8 miliar.

"Diduga penerimaan total Rp500 juta merupakan bagian dari 7% commitment fee yang dijanjikan dari dua proyek di Pemkab Sumedang senilai total sekitar Rp25 miliar," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (5/5/2018).

Kemudian, uang tersebut dibagikan Ahmad Ghiast, seorang kontraktor dari Pemkab Sumedang Rp400 juta kepada Amin pada (4/5) kemarin.

"Sumber dana diduga berasal dari para kontraktor di lingkungan Pemkab Sumedang. AG diduga berperan sebagai koordinator dan pengepul dana untuk memenuhi permintaan AMS," jelas Saut. 

KPK resmi menetapkan Amin Santono, Eka Kamaluddin, Ahmad Ghiast dan Yaya Purnomo sebagai tersangka dugaan penyuapan proyek di Pemkab Sumedang. Amin Santono, Eka Kamaluddin, dan Yaya Purnomo diduga sebagai penerima dan dijerat Pasal 12 huruf a atau B atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi. Sedangkan Ahmad Ghiast sebagai pemberi dijerat Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.

Tags :
Rekomendasi
Tutup