Penegak hukum independen yang dimaksud yakni mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan. Setiap pihak, kata Febri, harus melaksanakan kewajibannya secara mandiri tanpa terpengaruh pihak-pihak lain.
"Jadi enggak ada gunanya juga kalau penyelidik sampai penuntut umumnya itu independen, tapi kemudian di pengadilannya bisa ke mana-mana. Itu enggak ada gunanya juga," kata Febri saat ditemui di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Rabu (9/5/2018).
Baca Juga : ICW Luncurkan Akademi Antikorupsi
Rekor tersangka korupsi (Infografis/era.id)
Baca Juga : KPK: Indeks Korupsi 2017 Menurun
Mengenai peran serta masyarakat, lanjut Febri, sudah seharusnya masyarakat mendorong terbentuknya sistem perlindungan saksi dan pelapor tindak pidana korupsi yang efektif dan lebih kuat. Jangan sampai ada saksi dan pelapor yang justru diancam terlapor, atau bahkan digugat oleh terlapor.
"Kalau kasus-kasus seperti itu masih terjadi, artinya madih ada risiko yang cukup besar terhadap kontinuitas dan pertumbuhan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan," ujar Febri.
Tak kalah penting adalah kebebasan pers. Febri mengatakan, semakin bebas dan dalam investigasi yang dilakukan oleh pers mengenai kasus-kasus tindak pidana korupsi, maka akan berpengaruh besar terhadap pengungkapan kasus-kasus korupsi yang ada.
Kado akhir tahun KPK (Infografis/era.id)
Baca Juga : KPK Janji Berantas Korupsi di Era Reformasi
Tiga hal tersebut, menurut Febri, saling berkaitan, sehingga pelaksanaannya harus dilakukan secara berbarengan dan bersama-sama.
"Penegak hukum seindependen apapun tidak akan mungkin bisa bekerja kalau masyarakatnya tidak semakin kuat. Masyarakat yang semakin kuat tidak mungkin akan lahir sedemikian saja," tandasnya.