Napi terorisme itu sempat menguasai tiga blok rutan, merampas 37 pucuk senjata api, dan menyandera sembilan anggota Polri yang lima di antaranya tewas dibunuh.
Baca Juga : Sadisnya Napi Teroris Bunuh 5 Polisi
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan, ribuan personel gabungan bersenjata lengkap dan kendaraan barracuda diterjunkan untuk menangani kerusuhan napi terorisme tersebut.
Polisi berhasil mendesak napi terorisme menyerah dan mengirim mereka ke lapas dengan pengamanan super maksimum di Nusakambangan. Namun, masih ada sejumlah kejanggalan yang belum terjawab atas kerusuhan di Mako Brimob tersebut.
Pengamat teroris, Haris Abu Ulya, mempertanyakan kronologi napi teroris bisa merampas senjata di Mako Brimob. Menurut Haris, tidak masuk logika jika napi terorisme yang tidak memiliki kemampuan berperang mampu merampas senjata, kecuali terdapat kelalaian personel Densus 88 yang berjaga.
Adapun kepolisian menyatakan senjata yang dirampas adalah barang bukti yang belum sempat disimpan di dalam gudang. Senjata api tersebut dirampas setelah para napi terorisme menjebol sel tahanan karena marah menuntut jatah makanan.
"Perlu investigasi adakah unsur kelalaian di dalamnya hingga para napi teroris dengan mudah mendapatkan dan menguasainya. Kesannya paradok; senpi-senpi tersebut direbut dari aparat Bhayangkara (Densus) terbaik oleh para napi teroris yang notabene mereka tidak terlatih dalam banyak hal," kata Haris kepada era.id, Kamis (10/5/2018).
Saat menggelar konferensi pers di Mako Brimob, Menko Polhukam Wiranto mengatakan pemerintah tidak membuka ruang negosiasi dengan pelaku terorisme. Dia juga menolak menjelaskan secara detail proses penyanderaan hingga para napi terorisme tersebut menyerah tanpa syarat.
"Namanya strategi tidak bisa diceritakan semua," kata Wiranto.
Baca Juga : Mako Brimob Tidak Layak untuk Napi Teroris
Tidak hanya itu, kata Haris, publik juga mempertanyakan mengapa para napi terorisme meminta bertemu dengan terdakwa kasus teror di Jalan MH Thamrin, Aman Abdurrahman. Menurut Haris, kuat dugaan seluruh napi terorisme perusuh menyerah tanpa syarat setelah menerima pesan dari Aman Abdurrahman yang ditahan di blok lain di Kompleks Mako Brimob.
"Mungkin pihak aparat menggunakan ustaz Aman Abdurrahman untuk bisa bicara dengan para napi terorisme melalui perwakilannya," ujar Haris.
"Aman posisinya dipatuhi dan didengar pendapatnya. Dalam insiden ini, bisa jadi Aman tidak sependapat dan tidak mendukung aksi para napi teroris," tambah Haris.
Hal lain yang menjadi tanda tanya besar dalam penyelesaian kerusuhan di Mako Brimob adalah tidak adanya korban jiwa saat kepolisian melakukan penyergapan kepada 10 tahanan yang masih melawan. Padahal para napi teroris yang bertahan itu memegang senjata laras panjang dengan jarak tembak 300-800 meter.
Baca Juga : 155 Napi Teroris Dikirim ke Nusakambangan
Dari 155 napi teroris yang bertahan, 145 napi di antaranya menyerah tanpa syarat sebelum fajar. Sedangkan 10 napi lain yang ngeyel akhirnya menyerah setelah diserbu dengan bom asap sekitar pukul 07.15, Kamis (10/5/2018).
Haris membandingkan penyergapan teroris di Ciputat dan Jawa Tengah, dengan jumlah teroris yang lebih sedikit malah jatuh korban jiwa. Pada 2014, kepolisian menembak mati enam teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, dengan alasan melawan saat akan ditangkap.
Pada 2017, hal serupa terjadi, empat terduga teroris di Tuban tewas setelah ditembus timah panas Densus 88 karena melawan saat akan ditangkap
"Mereka (teroris) jumlah sedikit dan senjata sedikit tapi jatuh korban. Ini 10 orang pegang senjata dengan amunisi yang cukup tapi happy ending. Sesuatu yang luar biasa," ungkap Haris.
Baca Juga : Polri Bantah ISIS Terlibat Kerusuhan di Mako Brimob
Haris sampai hari ini masih percaya jika penyebab kericuhan bukan karena urusan perut atau makanan, namun lebih pada akumulasi kemarahan napi teroris terhadap petugas lapas yang tidak adil.
"Karena bisa saja insiden ini muncul karena akumulasi kemarahan napiter sebab perlakuan aparat densus yang ada di rutan terhadap mereka dianggap tidak adil. Jadi bukan semata spontanitas karena soal makanan, tapi akumulatif," tutup Haris.