Pelibatan Anak Dalam Aksi Teror Sangat Memilukan

| 15 May 2018 13:18
Pelibatan Anak Dalam Aksi Teror Sangat Memilukan
Ilustrasi (Pixabay)
Jakarta, era.id - Keterlibatan anak dalam aksi bom yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, disayangkan banyak pihak. Apalagi, pelibatan ini dilakukan orang tua terhadap anaknya sendiri.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyayangkan dan ikut berduka. Dengan fenomena ini, dia menduga, orang tua sangat berpengaruh dalam semua tindakan yang dilakukan anak-anaknya. 

Baca Juga : Kisah Polisi Penyelamat Anak Bomber Mapolrestabes Surabaya

Kalla mengutuk perbuatan teror yang memakan korban jiwa, baik dari kalangan aparat kepolisian dan masyarakat sipil.

"Kita sangat menyayangkan (keterlibatan) anak-anak ini, begitu hebatnya cuci otak itu yang merusak seluruh bangsa ini. Kita ucapkan duka cita ada korban, yang melaksanakan (pelaku teror) tentu dapat ganjaran di akhirat," kata Wapres Kalla dilansir Antara, Selasa (15/5/2018).

Kalla juga meminta seluruh lapisan masyarakat untuk waspada dan melaporkan kepada aparat bila menemukan hal-hal yang mencurigakan. 

"Dibutuhkan juga masyarakat, informasi apa pun yang bisa menghentikan atau mengawasi orang-orang yang mempunyai sifat yang sangat tercela. Polisi, TNI sudah melakukan hal sedemikian rupa, tetapi penduduk kita 200 juta-an ini tidak bisa diawasi semua, maka harus saling awasi (yang mencurigakan)," kata Kalla.

Baca Juga : Teroris Selalu Gagal di Indonesia

(Infografis ledakan bom di tiga gereja di Surabaya/era.id)

Seperti diketahui, peristiwa pengeboman tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5) meninggalkan fakta memilukan. Selain jatuhnya 13 korban jiwa dan 43 korban luka, temuan polisi soal satu keluarga yang diduga jadi pelaku bom bunuh diri tentu saja jadi ironi lain yang muncul dari peristiwa ini.

Dita Oepriarto dan Puji Kuswati yang merupakan pasangan suami istri turut melibatkan empat anak mereka dalam aksi bom bunuh diri ini. Dua anak perempuan mereka, FR dan FS, masing-masing diketahui masih berusia delapan dan 12 tahun. Sedang dua anak lelaki mereka, YF dan FH diketahui berusia 17 dan 15 tahun.

Baca Juga : Kisah yang Tercecer Setelah Bom di Mapolrestabes Surabaya

Kemudian, ledakan susulan terjadi di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5). Di tempat ini, Tri Murtiono (50) bersama istri, Tri Ernawati (42), membawa Dafa Amin Murdana (19) dan MSM (14) dan AA (8) dalam menjalankan aksi bom bunuh diri. Beruntung, AA masih bisa selamat. Saat ini, AA sedang dirawat intensif di rumah sakit dan dalam pengawasan polisi. 

(Infografis ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya/era.id)

Ketua Bidang Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menegaskan, anak-anak yang dilibatkan dalam kasus pemboman di Surabaya, beberapa waktu lalu, bukanlah bagian dari pelaku. 

Anak-anak itu, kata Reza, dilindungi dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak yang poinnya adalah menitik beratkan kesalahan kepada oknum yang menyuruh sang anak untuk berbuat kekerasan.

"Pasal 76C UU Perlindungan Anak melarang siapa pun menyuruh anak melakukan kekerasan. Bertemu pasal 15 UU yang sama, salah satu hak anak adalah bebas dari perlibatan dalam aksi kekerasan," kata Reza kepada era.id, Selasa (15/5/2018).

Baca Juga : Anak-anak Hanya Korban, Bukan Pelaku Teror

Reza menambahkan, kendati anak-anak tersebut dipakaikan rompi bahan peledak, mereka adalah pihak yang diajak atau dilibatkan oleh orang lain untuk melakukan aksi kekerasan. Sehingga dapat dikatakan mereka tengah dirampas hak-haknya.

"Anak-anak tersebut merupakan korban dan karena pihak yang mengajak atau melibatkan anak-anak itu dalam kekerasan adalah orang tua mereka sendiri, maka orang tua tersebut--jika masih hidup--harus dijatuhi pemberatan hukuman," tegas Reza.

Oleh karena itu, Reza mengimbau kepada masyarakat dan penegak hukum untuk menjauhkan anak-anak dari dugaan sebagai pelaku. Menurutnya, anak-anak tersebut hanyalah korban dari ambisi orang tua mereka. "Masyarakat awam, apalagi otoritas penegakan hukum, perlu ngeh akan hal ini," imbuhnya.

Rekomendasi