Anak-anak yang Dilibatkan dalam Serangan Bom
Anak-anak yang Dilibatkan dalam Serangan Bom

Anak-anak yang Dilibatkan dalam Serangan Bom

By Yudhistira Dwi Putra | 15 May 2018 14:07

Jakarta, era.id - Senin (14/5) pagi, bom meledak di Mapolrestabes Surabaya. Padahal, awan duka belum pergi dari langit Surabaya, setelah empat serangan bom yang terjadi Minggu (13/5) pagi dan malam.

Bom di Mapolrestabes Surabaya itu terjadi pada 08.50 WIB, empat orang terduga teroris tewas. Peristiwa peledakan terjadi begitu cepat. Merujuk rekaman CCTV dan keterangan dari berbagai sumber, para terduga teroris melakukan pergerakan menggunakan dua sepeda motor.

Satu sepeda motor ditumpangi tiga orang, dua dewasa dan satu anak, sementara motor lainnya diisi dua orang dewasa yang berboncengan. Kedua motor berjalan beriringan. Sesampainya di pos penjagaan, saat petugas coba melakukan pemeriksaan, ledakan pun terjadi.

Saat ledakan terjadi, seorang anak yang jadi bagian dari rombongan dua sepeda motor itu terpental dan selamat. Ia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya.

"Dua motor, satu yang paling kecil berada di paling depan, terlempar dan selamat," ungkap Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin dalam jumpa pers.

Dalam sebuah video yang beredar luas usai ledakan terjadi, sang anak masih sempat berdiri, meski terlihat sempoyongan. Setelah itu, dia dibopong oleh seorang anggota polisi dibawa menjauh dari tempat ledakan.

Anak itu berinsial AA. Usianya delapan tahun. Menurut keterangan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam jumpa pers di Mapolda Jawa Timur, AA adalah saksi penting untuk mengungkap kasus ini.

"Ini saksi paling penting. Biarkan dulu dia dirawat," kata Tito.

Menurut keterangan polisi, seperti pengeboman di tiga gereja Surabaya kemarin, rombongan pengebom di Mapolrestabes pagi tadi juga merupakan satu keluarga. 

"Yang pagi ini (Mapolrestabes surabaya) satu keluarga juga, asal Surabaya ... Korbannya ada empat, satu kartu keluarga (KK)," tutur Machfud.

Infografis "Bom Gereja Surabaya" (Yuswandi/era.id)

Ironi pelibatan keluarga

Ironi pahit ini nyatanya tak hanya terjadi dalam serangan di Mapolrestabes Surabaya. Dalam serangan tiga gereja di Surabaya, Dita Oepriarto dan Puji Koeswati yang merupakan pasangan suami istri turut melibatkan empat anak mereka dalam aksi bom bunuh diri ini, FR (8),  FS (12), FH (15), dan YF (17).

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, dalam konferensi pers di Rumah Sakit Bhayangkara kala itu, menuturkan kronologi peledakan bom yang dilakukan para tersangka.

Tito bercerita, saat beraksi, Dita menggunakan mobil Toyota Avanza untuk membawa Puji, FR dan FS ke Gereja Kristen Indonesia (GKI) Dipo di Jalan Diponegoro Nomor 146. Di sana, Puji, FR dan FS turun, sementara Dita melanjutkan perjalanan ke Gereja Pentakosta Pusat Surabaya (GPPS) Arjuno di Jalan Arjuno Nomor 90, Sawahan.

Baca Juga : Fakta yang Terungkap dari Bom Surabaya

Sementara itu, pergerakan lain dilakukan oleh YF dan FH. Dua anak laki-laki Dita itu berangkat terpisah menggunakan sepeda motor. Keduanya berboncengan menuju Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya Utara, Gubeng.

Selanjutnya, ledakan pertama pun terjadi di GPPS sekitar pukul 07.30 WIB. Berdasar info yang berkembang, ada dua kemungkinan dari ledakan ini. Kemungkinan pertama, paket bom dibawa Puji di dalam kardus. Hal itu diungkapkan sejumlah saksi yang mengaku melihat Puji yang menenteng sebuah bawaan.

Sedangkan kemungkinan lain yang diungkap Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, bom diletakkan di pinggang Puji dan kedua anaknya. Hal itu terindikasi dari luka yang diderita ketiganya, di mana bagian pinggang mereka hancur, sementara bagian perut ke atas dan kaki masih utuh. Kondisi itu, kata Tito merupakan luka khas dari pelaku bom pinggang.

Selanjutnya, ledakan kedua dan ketiga terjadi dalam waktu berdekatan. Entah ledakan mana yang lebih dulu, sebab hingga saat ini kepolisian belum memberikan kronologi resmi dari peristiwa ini. Yang jelas, di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, bom motor YF dan FH meledak. Di GPPS Arjuno, ledakan lebih besar dari bom yang dibawa Dita di dalam mobil Avanza menimbulkan dampak ledakan yang tampak lebih besar.

Seluruh anggota keluarga itu tewas dalam aksi bom bunuh diri ini. "Diduga pelaku bom bunuh diri di Surabaya dilakukan oleh satu keluarga ... Semua adalah serangan bom bunuh diri," ungkap Tito.

Infografis "Bom Mapolrestabes Surabaya" (Yuswandi/era.id)

Peran keluarga sebagai pelindung

Ironi terkait Dita yang melibatkan anak dan istrinya dalam aksi bom bunuh diri ini turut ditangkap oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Jelas, hal ini mengundang kutukan keras. Komisioner KPAI, Susianah Affandy bahkan menyebut tindakan Dita sebagai perbuatan keji.

"Pelibatan anak dalam kegiatan teror dan radikalisme adalah perbuatan keji. Anak adalah amanah Allah SWT kepada orang tuanya dan mereka memiliki kewajiban melindungi," kata Susianah kepada era.id.

Susianah mengatakan, orang tua seharusnya memainkan peranan penting dalam menjaga anak dari paparan radikalisme dan terorisme. Kata Susianah, orang tua seharusnya mengajarkan anak-anak mereka tentang ajaran agama yang membawa kedamaian serta memberi pemahaman kalau paham radikal dan terorisme merupakan kejahatan yang tak dibenarkan oleh ajaran agama mana pun.

Baca Juga : Teroris Selalu Gagal di Indonesia 

Selain itu, orang tua seharusnya juga memberi pemahaman terkait makna kebhinnekaan dan cinta tanah air kepada anak-anak. Bukan malah melibatkan anak dalam kebencian tak beralasan.

"Seharusnya mengajarkan kepada anak tentang makna kebhinekaan dan cinta tanah air. Bahwa kita diciptakan berbeda-beda oleh Tuhan untuk saling mengenal dan kerja sama, bukan untuk membenci apalagi membunuh," tutur Susianah.

Selain paham radikal dan terorisme, orang tua juga wajib mengawal konsumsi informasi anak-anak mereka ketika peristiwa terorisme terjadi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dalam situs resminya melansir langkah-langkah yang bisa dilakukan orang tua untuk melindungi anak-anak dari paparan dampak negatif informasi terkait terorisme.

Baca Juga : Bocah Selamat Bom Mapolrestabes Surabaya Saksi Penting

Pertama, orang tua harus mencari tahu lebih dulu informasi akurat mengenai kejahatan terorisme itu sendiri, untuk kemudian membahas secara singkat dan jelas kepada anak mereka. Selain itu, orang tua harus menghindarkan anak-anak dari paparan televisi dan media sosial yang kerap menampilkan gambar dan adegan mengerikan bagi anak.

Orang tua juga dapat membantu anaknya untuk mengungkapkan perasaan mereka terkait tragedi kejahatan terorisme yang terjadi. Bila anak menunjukkan rasa marah, arahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Baiknya, hindari prasangka pada identitas golongan yang didasarkan pada prasangka.

Rekomendasi
Tutup