Memang, di antara aksi-aksi teror itu, enggak ada yang bisa menandingi kebiadaban aksi pengeboman tiga gereja di Surabaya pada Minggu (13/5) dan peledakan di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5).
Baca Juga : Anak-anak Yang Dilibatkan dalam Serangan Bom
Alasannya, tentu saja karena dalam dua aksi bom bunuh diri itu, pelaku membawa serta keluarga --termasuk perempuan dan anak-anak di dalamnya-- untuk ikut dalam aksi. Lalu, apa alasan paling waras sampai-sampai para pelaku memutuskan mengajak anggota keluarga sendiri untuk ikut mati dalam aksi?
Sekilas, rasanya enggak akan ada alasan yang masuk akal untuk para pelaku melakukan hal tersebut. Tapi, barangkali hasil kajian Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia (UI) bisa sedikit memberi gambaran.
Solahudin, seorang peneliti yang terlibat dalam kajian tersebut menyebut para pelaku sengaja menggunakan perempuan dan anak untuk menciptakan bias gender.
Perempuan dan anak-anak dianggap tidak berbahaya ketimbang pria dewasa yang telah memiliki catatan keterlibatan lebih besar dalam aksi-aksi teror. Dengan begitu, para pelaku dapat meminimalisir kecurigaan dalam melakukan aksi.
Baca Juga : Mengawal Kelanjutan Hidup Anak-anak Pelaku Teror
Selain itu, pelibatan perempuan dan anak dalam aksi teror juga dapat dimaknai sebagai pesan provokasi yang coba disampaikan para pelaku teror buat anggota-anggota jaringan teroris lainnya. "Pesan provokasi bahwa perempuan dan anak-anak aja berani, masa lo kagak berani?” tutur Solahudin.
Sebelum bom tiga gereja Surabaya, sejatinya pelibatan perempuan sebagai pengantin bom bunuh diri juga pernah coba dilakukan. Pada Desember 2016, Dian Yulia Novi mendatangi Istana Negara dengan maksud meledakkan diri. Namun aksinya digagalkan oleh Densus 88. Dian kini mendekam dalam penjara.
Infografis "Idealisme Keliru Ibu" (Wicky Firdaus/era.id)
Cari perhatian
Selain dua alasan di atas, nilai pemberitaan jadi alasan para pelaku teror melibatkan anggota keluarga mereka, termasuk para perempuan dan anak-anak.
Kata Solahudin, para pelaku sadar betul, pelibatan perempuan dan anak-anak dalam aksi teror akan menarik perhatian media massa, sehingga tujuan mereka untuk menebar ketakutan akan lebih mudah dilakukan.
Baca Juga : Mencegah Islamophobia Pasca Serangan Teror
"Mereka tahu, laki-laki dewasa meledakkan diri sudah biasa. Kalau pelakunya ibu dan anak-anak itu baru luar biasa, akan mendapat peliputan yang luas," ungkap Solahudin dalam diskusi di Gedung Serba Guna Kemkominfo, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (16/5/2018).
Solahudin mengatakan, suka enggak suka, media memang berperan sangat besar dalam menyebarkan teror, secara langsung maupun enggak langsung. "Media asing sampai meliput kasus tersebut karena punya nilai berita yang tinggi. Jadi dilakukan secara sengaja, tentu," kata Solahudin.