Catatan Refleksi 20 Tahun Reformasi LBH
Catatan Refleksi 20 Tahun Reformasi LBH

Catatan Refleksi 20 Tahun Reformasi LBH

By bagus santosa | 20 May 2018 17:45
Jakarta, era.id - Dua dekade sudah reformasi berjalan. Rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, lengser pada Mei 1998.

Pada momen bersejarah ini, berbagai elemen masyarakat, mahasiswa, serta aktivis menorehkan catatan refleksi 20 tahun perjalanan Reformasi pada peringatan #20TahunReformasi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Minggu (20/5/2018).

Ada enam agenda yang dibawa dalam reformasi, antara lain Adili Soeharto dan kroni-kroninnya; Amandemen UUD 1945; Hapuskan Dwi Fungsi ABRI; Hapuskan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Otonomi Daerah seluas-luasnya; serta Tegakkan Supremasi Hukum. 

(Infografis/era.id)

Tapi sayang, Direktur LBH Jakarta Alghifari Aqsa mengatakan, enam agenda reformasi itu gagal dilaksanakan. Sebab, kata dia, watak orde baru masih terus menghantui para pejabat negara dan membuat agenda itu terhambat. 

"Pengadilan tidak berhasil mengadili mantan Presiden Soeharto hingga tuntas, terganjal oleh adanya pernyataan sakit permanen, kemudian meninggal dunia. Kemudian, tindak pidana korupsi masih juga merajalela," ujar Alghifari di LBH Jakarta, Jakan Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018).

Pameran foto 20 tahun reformasi (Diah/era.id)

Selain itu, lanjut Alghifari, saat ini pemerintah masih belum tegas menegakkan supremasi hukum dan belum meratanya penegakkan hak asasi manusia (HAM) di sejumlah kasus.

"Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas karena adanya jual beli perkara di lembaga penegak hukum. Dan, berkas-berkas penyelidikan Komnas HAM menggantung selama belasan tahun di Kejaksaan Agung lantaran takut untuk menindaklanjuti," kata Alghifari.

Baca Juga : Peringatan 20 Tahun Reformasi: Tangis Soeharto untuk Sudono

Karenanya, Alghifari dan LBH Jakarta menyarankan agar pemerintah memersihkan Aparat Negara/Pemerintah dari munculnya kebangkitan Neo-Orde Baru yang represif, koruptif, anti Demokrasi dan anti Hak Asasi Manusia.

"Evaluasi juga setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan HAM dan Demokrasi. Kaji ulang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi melegalisasi pelanggaran HAM bagi warga negara karena perspektif pemidanaan yang kental di dalamnya," tutur dia.

Rekomendasi
Tutup