Masa-masa reformasi akan selalu teringat di benak rakyat Indonesia, tak terkecuali putra-putri empat Presiden Republik Indonesia dari era BJ Habibie hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat reformasi dimulai, putra pertama BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie sudah berusia 34 tahun dan sedang berada di Berlin, Jerman. Namun jelang Soeharto menyampaikan pidato pengunduran diri, Ilham yang sedang menginap di hotel mendapat pesan agar menyaksikan siaran langsung pidato Soeharto dari televisi. Ilham langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menyalakan televisi, saat itu, Habibie sedang dilantik jadi Presiden.
"Saya ingat Bapak nelepon kalau bangun segera nyalakan CNN. Saya bangun dan secara otomatis menyetel televisi kebetulan ketika Bapak dilantik," kata Ilham, di Hotel Sahid, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).
Baca Juga: Habibie: Reformasi Belum Sampai Sasarannya
Di lokasi yang sama, putri Presiden Abdurrahman Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yenny Wahid, memiliki cerita berbeda. Saat reformasi terjadi, Yenny masih berusia 24 tahun.
Meski demikian, Yenny sudah bekerja sebagai wartawan di salah satu media asing. Berbeda dengan Ilham yang berada di hotel, Yenny saat itu turun ke lapangan meliput aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Bahkan Yenny mengaku turut merasakan perihnya gas air mata petugas.
Yenny juga terlibat dalam peliputan kerusuhan di Semanggi, mulai dari keadaan tenang hingga rusuh penuh bunyi tembakan. Saat peristiwa baku tembak terjadi, Yenny bercerita kepalanya sempat ditodong pistol oleh aparat tanpa sebab yang pasti.
Namun di samping itu, yang paling diingat Yenny adalah saat dirinya mendampingi Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menjadi Presiden di era reformasi. Yenny sempat heran karena ayahnya dipilih jadi Presiden saat sudah divonis stroke dan hilang penglihatan.
"Saya ingat kenangan saat reformasi. Saat itu saya mengawal Gus Dur, 1998 stroke total hilang penglihatan, 1999 jadi Presiden," ujar Yenny.
Baca Juga: 20 Tahun Reformasi, Puan Ingatkan Pentingnya Revolusi Mental
Adapun putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, memiliki cerita berbeda. Puan yang saat itu baru menyelesaikan studinya lebih banyak sibuk di rumah, memasak untuk para tamu yang datang menemui Megawati di Kebagusan, Jakarta Selatan. Pada saat itu, kata Puan, hampir setiap hari rumahnya didatangi ratusan tamu.
"Akhirnya kita cuma punya menu 'perjuangan', satu ikan, satu lauk tempe tahu, kuah sopnya banyak buat satu orang," kata Puan menceritakan detik-detik sejarah reformasi yang dia alami.
Terakhir, kisah putra pertama Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono. Saat peristiwa reformasi, Agus baru berusia 20 tahun dan masih tingkat dua di Akademi Militer. Dia hanya menyaksikan rangkaian peristiwa reformasi di Jakarta melalui televisi.
"Saat melihat, kami tahan napas. Terjadi perubahan fundamental yang mengubah ABRI, yang kini dikenal TNI. TNI melepas fungsi sosial politiknya," kenang Agus.
Agus menilai reformasi mengubah banyak hal bagi TNI dan Indonesia. Dia berharap TNI tidak berpolitik dan fokus dalam tugas utamanya menjaga NKRI.
Baca Juga: Mereka yang Tidak Kebagian "Kue" Reformasi