"Rapat sebelumnya kita belum menemukan kesepahaman, karena ada frasa yang kita anggap sangat penting, yakni frasa motif atau tujuan poltik atau ancaman terhadap keamanan negara. Itu belum terangkum dalam definisi yang dipresentasikan oleh pemerintah," kata Syafii di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Syafii berharap rapat hari ini dapat menemukan kesamaan pandangan sesuai dengan logika hukum. Sebab, frasa itulah yang membedakan antara kejahatan kriminal biasa dengan kriminal terorisme. "Kalau logika hukum, nanti Insya Allah bisa disepakati. Maka rapat hari ini berjalan sangat singkat, untuk selesainya RUU tindak pidana terorisme," jelasnya.
Menurut Syafii, di dalam ketentuan UU Nomor 22 Tahun 2011 ini terdapat tata cara pembuatan perundangan-undangan. Pada lampiran II, angka 187 dikatakan yang namanya ketentuan umum definisi itu harus jelas tuntas dan tidak multitafsir dan tidak perlu diberi penjelasan.
"Artinya ketika frasa tentang tujuan politik atau ancaman keamanan negara atau motif politik itu dimaknai dimasukkan ke dalam penjelasan itu melanggar UU," tuturnya.
Nantinya, setiap orang hanya boleh disebut sebagai teroris ketika dia memenuhi seluruh unsur di atas. "Ya kalau belum memiliki kualifikasi itu bukan berarti frasa itu tidak perlu, karena di negara hukum sejatinya aparat negara tidak memiliki kewenangan apapun, selain yang diamanatkan hukum itu sendiri," tambahnya.
Syafii menilai kalau hukum belum menemukan apa yang dimaksud terorisme, maka kemudian dengan dasar apa kemudian aparat menetapkan seseorang itu teroris atau bukan teroris. "Jadi saya kira pemahaman ini sudah bahkan pemahaman baru bukan sesuatu yang harus dijelaskan, ini memang logika hukum dan insya allah rapat hari ini bisa dituntaskan dengan sebaiknya," tuturnya.
Sekedar informasi, rapat RUU Anti-terorisme dipimpin oleh Supiadin dari Fraksi Nasdem dan dinyatakan terbuka untuk umum. Namun, dalam pembahasan RUU Terorisme hari ini, Menkum HAM Yasonna Laoly tidak hadir dan diwakili Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kemenkumham, Enny Nurbaningsih.
Pascaledakan bom Surabaya pekan lalu, pemerintah bersama DPR mengebut revisi RUU Anti-terorisme yang tak kunjung selesai pembahasannya sejak Februari 2016. Presiden Joko Widodo bahkan sebelumnya berencana mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) jika RUU itu tak juga temui titik temu.