Sebuah Catatan Komnas HAM untuk RUU Terorisme
Sebuah Catatan Komnas HAM untuk RUU Terorisme

Sebuah Catatan Komnas HAM untuk RUU Terorisme

By Ahmad Sahroji | 23 May 2018 19:05
Jakarta, era.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan beberapa catatan terhadap RUU Tindak Pidana Terorisme pada draft 14 Mei 2018. Salah satunya di BAB IV yang menyatakan hak korban telah diatur dengan cukup baik.

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, perlu kejelasan apa saja standar minimum hak yang didapat korban. Selain itu, masih ada ketidakkonsistenan kompensasi yang diberikan kepada korban terorisme.

"Kompensasi itu diatur di sini masih dilengkapkan pada putusan pengadilan. Harusnya cukup dengan penetapan pengadilan aja, jadi tidak perlu dilekatkan pada peristiwanya. Karena apa? Ini kan tindak pidana ya ada ruang gelap gitu, yang belum tentu juga pelaku yang ditangkap adalah pelaku betulan," ujar Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).

Putusan pengadilan, kata Anam, harus ada proses hukum dan memakan waktu yang lama. "Kalau penetapan cukup penyidik dimohonkan untun ditetapkan dan itu menjadi sesuatu yang baik," ucapnya.

Baca Juga : Jangan Ada Multitafsir dalam RUU Terorisme

(Ilustrasi/era.id)

Baca Juga : Indonesia: Bangsa Paling 'Kurang Ajar' buat Terorisme

Selain itu, Pasal 28 tentang Penangkapan juga menjadi catatan Komnas HAM. Anam menyatakan perlunya merevisi lamanya waktu penangkapan. Meskipun dalam draft ini sudah ada pengurangan waktu, Anam merasa penangkapan masih terlalu lama.

"Selain itu, tidak ada penjelasan apapun dalam RUU tersebut, apakah sebagai tahanan atau orang yang ditangkap namun dirampas kemerdekaan fisiknya selama sekian waktu. Maka, harus jelas status selama penangkapan," ucap Anam.

Berikutnya, Pasal 31 dan 31A tentang Penyadapan, lanjut Anam, juga masih jauh dari kerangka penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik, karakternya masih dalam kerja-kerja intelijen. 

Baca Juga : Menhan: Jangan Sampai Kita Takut Teroris

"Kerangka kerja penyidik adalah menemukan dan atau memperkuat barang bukti yang telah dan jika diperlukan karena sifat tindak pidananya bersama-sama mengkontruksikan pelaku lainnya. Kerangka kerja ini dalam konteks pidana memilki prinsip, waktu yang terbatas, sifat cepat diadili dan efektif," ungkap Anam.

"Ini bertentangan dengan lamanya waktu penyadapan oleh penyidik sampai 2 tahun (1 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun)," lanjutnya.

Selanjutnya, Komnas HAM merasa mekanisme pengawasan dalam RUU Terorisme pasal 43i harusnya juga melibatkan lembaga yang terkait.

"Dalam pasal 43i itu hanya oleh DPR, Walaupun DPR mengatakan kita bisa melihat dari masyarakat, tapi menurut kami, Komnas HAM pun seharusnya juga ditulis sebagai lembaga pengawas tindak pidana terorisme ini," pungkasnya.

Rekomendasi
Tutup