TNI, Penanganan Teror dan Kekhawatiran Banyak Pihak
TNI, Penanganan Teror dan Kekhawatiran Banyak Pihak

TNI, Penanganan Teror dan Kekhawatiran Banyak Pihak

By Ahmad Sahroji | 26 May 2018 15:15
Jakarta, era.id - Direktur Imparsial, Al Araf meminta TNI tidak dilibatkan dalam pemberantasan teroris di Indonesia. Ia mengingatkan pada peristiwa 1998 silam, saat ABRI terlalu sibuk mengawal masyarakat hingga melupakan fungsi utamanya melindungi bangsa Indonesia.

"Kita tahu TNI itu didik untuk perang, konsekuensi karena fungsinya sementara, kalau terlalu jauh nanti fungsi aslinya untuk perang akan mengalami pelemahan. Itu yang terjadi pada Indonesia saat Orde Baru," kata Al Araf di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/5/2018).

Pada masa Orde Baru, ABRI yang harusnya melindungi negara, malah diberi dwi fungsi untuk turut serta mengatur warga negara. Akibatnya, terkikislah fungsi utama TNI. "Pasca reformasi konteks pertahanan kita mengalami kekurangan, baik dari alutista dan lainnya. Nah ini kita ulang lagi," imbuhnya.

Dia berharap, TNI baru diturunkan jika ancaman dari teroris mengganggu eksistensi NKRI, seperti yang terjadi di Moro, Filipina. Jika masih rendah tingkat ancamannya, maka cukup kepolisan yang turun dalam memberantas terorisme tersebut.

Baca Juga : Koordinasi TNI-Polri Perlu Diatur di RUU Terorisme

Wakil Ketua Umum ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI), Sisno Adiwinoto menambahkan, di dunia kepolisian internasional atau interpol tidak dibenarkan keterlibatan TNI dalam operasi kepolisian. Indonesia juga pernah terancam akan dikeluarkan dari Interpol jika masih melibatkan TNI dalam operasinya.

"Kalau pelibatan ini sampai pada criminal justice sistemnya, penyidik dari TNI, walaupun menurut negara boleh dilibatkan nanti, nanti kita dipecat dari interpol lagi, kemarin udah warning kita," kata Sisno.  

"Jadi tidak ada polisi di dunia itu yng melibatkan tentara," sambungnya.

Baca Juga : Pelibatan TNI Tak Perlu Diperdebatkan

Sebelumnya, DPR mengesahkan RUU Anti-terorisme menjadi UU Anti-terorisme. Pengesahan itu dilakukan pada rapat paripurna DPR lewat mekanisme musyawarah mufakat, Jumat (25/5). Ada lima bab baru yang ditambahkan ke dalam UU Anti-terorisme ini.

Dengan disepakatinya definisi terorisme dalam revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka TNI resmi bisa ikut tangani terorisme, karena dalam definisi terorisme ada frasa 'gangguan keamanan' selain 'motif ideologi dan motif politik' bunyi definisi terorisme yang disepakati 10 fraksi di DPR.

(Infografis/era.id)

Rekomendasi
Tutup