LPSK: UU Anti-terorisme Lindungi Hak Korban

| 27 May 2018 22:43
LPSK: UU Anti-terorisme Lindungi Hak Korban
Rapat paripurna DPR (Jafrijal/era.id)
Jakarta, era.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik Undang-undang Anti-terorisme yang telah disahkan DPR, pada Jumat (25/5). Menurut LPSK, dengan disahkannya UU Anti-terorisme dapat memenuhi hak perlindungan korban terorisme.

"Sebelumnya hak korban terorisme hanya dua, kompensasi dan restitusi. Dalam UU terbaru, bentuk hak korban diperbanyak," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam siaran pers LPSK, Minggu (27/5/2018).

LPSK, yang juga terlibat dalam perumusan UU tersebut, melihat pada praktik penanganan korban terorisme ada banyak kebutuhan selain kompensasi dan restitusi, yakni adanya rehabilitasi. Hal ini dirasa penting mengingat korban terorisme hampir pasti mengalami trauma baik medis maupun psikologis.

"Ini yang harus dipulihkan, dan alhamdulillah hak korban tersebut juga menjadi salah satu poin dalam UU yang baru. Ini merupakan kemajuan bagi upaya layanan kepada korban terorisme," ujar Semendawai.

UU yang berlaku sebelumnya menempatkan posisi korban sebagai pihak yang sangat lemah lantaran terorisme bukan termasuk tindak pidana yang mendapat prioritas perlindungan dan layanan oleh LPSK.

Pada UU yang telah direvisi, korban terotisme masuk menjadi korban yang mendapat prioritas perlindungan dari LPSK. 

"Hak korban dari masa tanggap darurat sudah diatur dengan jelas. Ini menunjukkan bahwa UU ini fokusnya tidak hanya pada pelaku, melainkan juga kepada korban," jelas Semendawai.

Mengenai rehabilitasi, selain dari segi medis dan psikologis, rehabilitasi psikososial juga menjadi salah satu hak korban yang tercantum dalam UU Anti Terorisme yang baru. Sehingga tetap bisa melanjutkan kehidupannya secara wajar, misalnya tetap melanjutkan pendidikan maupun tetap memiliki mata pencaharian.

LPSK menyebut, pada beberapa kasus, korban merupakan tulang punggung keluarga. Akibatnya, keluarga menjadi kehilangan orang yang penting dalan kelanjutan hidupnya sehari-hari, ataupun jika selamat, mereka sulit untuk bekerja atau beraktifitas seperti sebelum menjadi korban.

"UU ini sangat operasional dimana diatur dan ditunjuk pula siapa yang memenuhi hak korban. LPSK siap melakukan mandat ini, apalagi memang sebelumnya kami sudah menangani korban terorisme," tandas Semendawai.

Selain mempertimbangkan hak korban, UU Anti-terorisme yang baru juga memperhatikan perlindungan kepada saksi kasus terorisme. Hal itu sejalan dengan amanat yang didapatkan LPSK dari UU Perlindungan Saksi dan Korban.

"Maka UU ini sangat penting dalam mendukung perlindungan kepada saksi dan ahli yang memberikan keterangan untuk kasus terorisme, dan memperkuat layanan kepada korban," pungkas Semendawai.

Rekomendasi