Menurut Agus, meskipun e-KTP itu telah dinyatakan rusak dan invalid, namun, seharusnya dilakukan penelusuran lebih lanjut mengenai asal-usul e-KTP tersebut. Apalagi, kata dia, saat ini adalah tahun politik, e-KTP yang rusak sekalipun berpotensi untuk disalahgunakan.
"Karena ini tahun-tahun politik sehingga kecurigaan-kecurigaan itu bisa saja timbul. Untuk itu harus betul-betul diselidiki, untuk itu tentunya kalau ada yang menyampaikan supaya (e-KTP) ini dimusnahkan, menurut saya kurang bijaksana," katanya Agus di Gedung DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/5/2018).
Apalagi, kata Agus, hal serupa pernah terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Saat itu, ditemukan e-KTP palsu dari Vietnam.
"Apalagi pernah terjadi ya, ke depan tidak boleh sampai terjadi lagi," tandasnya.
Namun demikian, menurut Agus, belum dapat dipastikan apakah tercecernya e-KTP tersebut adalah kelalaian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atau bukan. Untuk itu, persoalan ini perlu diselidiki secara mendalam.
"Ini tentu tidak bisa diputuskan dengan semudah itu, apakah human error ataupun apa. Harus diselidiki, betul-betul dilihat sampai tujuannya. Sampai siapa orangnya, bahkan siapa aktor intelektualnya kalau ada," jelasnya.
Baca Juga: DPR: e-KTP yang Rusak Bisa Disalahgunakan Saat Pemilu
Sebelumnya, ribuan e-KTP ditemukan jatuh tercecer di pertigaan Salabenda, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/5/2018). Oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), e-KTP tersebut diklaim telah rusak dan tidak bisa digunakan. e-KTP itu dibawa oleh truk dari gudang penyimpanan sementara di Pasar Minggu Jakarta Selatan menuju Gudang Kemendagri di Semplak, Bogor, Jawa Barat.