Jaga Kehormatan, KPK Diminta Hadapi Praperadilan Novanto
Adapun Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangka yang ditetapkan KPK untuk kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Kalau memang KPK merasa proses hukumnya sudah benar maka tentu dia akan menang. Kalau dia menang tentu kepercayaan masyarakat terhadap KPK akan tinggi, tapi kalau umpamanya menghindari praperadilan maka masyarakat akan memiliki kesan yang berbeda," ujar Otto, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (6/12/2017).
Otto menegaskan, dia datang ke Gedung KPK untuk menyoroti langkah KPK yang telah melimpahkan berkas perkara Novanto ke jaksa penuntut umum. Menurut Otto, berkas perkara Ketua Umum Partai Golkar itu belum dapat dilimpahkan ke kejaksaan.
"Sebelum semua saksi meringankan diperiksa, sebaiknya jangan dulu (berkas) dilimpahkan dan di P21, tapi kan faktanya berbeda," ungkap Otto.
Menurut Otto, permintaan itu sudah sesuai Pasal 65 KUHAP, karena Novanto berhak mengajukan saksi dan ahli yang meringankan dirinya.
"Pasal 65 ini adalah hak yang merupakan hak asasi yang harus dipenuhi yang diberikan undang-undang kepada tersangka, menurut saya ini tidak bisa dilanggar. Apabila dilanggar oleh KPK maka kemungkinan dakwaan yang diajukan bisa gugur," ungkapnya.
KPK telah melengkapi berkas perkara Novanto dan telah melimpahkannya kepada jaksa penuntut umum pada Selasa (5/12/2017) malam. Namun, tim kuasa hukum Novanto mempermasalahkan proses hukum tersebut, karena KPK dinilai belum selesai memeriksa saksi-saksi meringankan Novanto.
Dari 14 orang saksi yang diajukan, KPK hanya memanggil 9 nama. Pemeriksaan KPK yang berlangsung sejak Senin (27/11/2017) itu, hanya 3 saksi yang hadir untuk memberikan keterangan, yakni Wakil Ketua DPP Partai Golkar Maman Abdurrahman, Wakil Ketua Banggar Aziz Syamsudin, dan ahli hukum tata negara Margarito Kamis.