Kondisi ART Memprihatinkan, Jala PRT Tegur DPR dan Ingatkan soal UU
ERA.id - Kasus kekerasan majikan terhadap Asisten Rumah Tangga (ART), bukan hal baru. Belakangan, ada yang terungkap dan viral. Adalah R (29), ART asal Kabupaten Garut dan RN (18) ART asal Kabupaten Cianjur.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini menjelaskan, kekerasan itu didasari oleh cara pandang masyarakat atau majikan terhadap ART yang dianggap sebagai budak.
"Jadi perlakuannya seperti perbudakan modern. Yang menjadi persoalan adalah RUU PRT yang sudah 18 tahun kita proses masih tertahan di DPR," jelas Lita, Senin (31/10/2022).
"Jadi artinya itu tidak ada keadilan di negara di dalam situasi kerja profesi rumah tangga (PRT) yang jumlahnya 4,2 juta," sambungnya.
Padahal, para ART merupakan pekerja yang menjadi penopang perekonomian. Jika tidak ada ART, aktivitas periodik dalam rumah tangga tidak bisa berjalan dan dapat terganggu.
Namun, pada kenyataannya pengawasan dan jaminan terhadap para ART tidak ada. Seharusnya, para ART ini harus melaporkan dirinya ke desa melalui pihak penyalur maupun secara mandiri untuk menginformasikan situasi kerja.
"Begitu juga di wilayah kerja, manajer harus melaporkan ke RT RW atau kelurahan, bagaimana bersepakat antara mereka, sehingga bisa ada pengawasan," ucapnya.
Mekanisme tersebut, imbuh Lina, kini telah diterapkan oleh negara Filipina. Pemerintah Filipina telah mengesahkan UU perlindungan ART sehingga angka kekerasan dapat ditekan.
"Ini seperti di Filipina, ini bisa diminimalkan terhadap kejadian kekerasan karena mereka memliki UU," ujarnya.
Dengan begitu, Jala PRT agar segera merealisasikan UU untuk mengawasi dan menjamin keamanan para ART. "Pentingnya kontrol, pelaporan dan kewajiban dalam penyelesaian. Jadi kami mendesak UU (perlindungan PRT)," pungkas Lita.