Memahami Filosofi Gunungan Wayang Kulit, Warisan Budaya Indonesia yang Diakui Dunia
ERA.id - Saat ini wayang kulit tak hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, melainkan dunia. Salah satu unsur paling khas dari warisan budaya ini adalah gunungan atau kayon. Tak hanya untuk membuka dan menutup gelaran, terdapat filosofi gunungan wayang kulit yang sarat akan makna.
Wayang adalah milik Indonesia. Memahami makna filosofis wayang, misalnya gunungan, merupakan hal yang bijak untuk dilakukan. Ini merupakan langkah kecil untuk menjaga kelestarian wayang. Dikutip Era dari laman resmi pemkab Kebumen, berikut adalah penjelasannya.
Gambar di Gunungan Wayang
Secara umum, gunungan wayang dilengkapi dengan sejumlah gambar yang mewakili berbagai unsur alam semesta. Jika Anda melihat gunungan secara detail, Anda bisa menemukan gambar-gambar berikut.
· Rumah atau balai dengan lantai bertingkat tiga. Daun pintu rumah dihiasi lukisan Kamajaya berhadapan dengan Dewi Ratih.
· Dua raksasa saling berhadapan membawa pedang atau gada lengkap dengan tameng.
· Dua naga bersayap di kanan dan kiri.
· Harimau yang berhadapan dengan banteng.
· Hutan dengan ragam satwa.
· Pohon besar di tengah hutan yang dililit seekor ular.
· Kepala makara di tengah pohon besar.
· Dua kera dan lutung di atas ranting.
· Dua ayam alas di atas cabang pohon.
Masing-masing gambar memiliki makna filosofis. Tak hanya itu, bentuk dari gunungan itu sendiri juga memiliki makna tersendiri. Mari simak lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Memahami Filosofi Gunungan Wayang
Gunungan yang digunakan dalam wayang kulit memiliki bentuk khas, yaitu lancip ke atas. Hal ini melambangkan kehidupan manusia, yaitu semakin tinggi ilmu dan tua usia, manusia harus semakin mengerucut (golong gilig) manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa, dan karya dalam kehidupan. Orang tersebut semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Gapura dengan dua penjaga pada gunungan wayang kulit (Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto). Hal tersebut melambangkan hati manusia—baik dan buruk. Gada dan tameng yang dipegang oleh kedua raksasa juga memiliki makna tersendiri, yaitu melambangkan penjaga alam dan terang.
Rumah joglo (gapuran) menjadi lambang suatu rumah atau negara yang berisi kehidupan aman, tenteram, dan bahagia. Di atasnya terdapat gambar harimau dan banteng yang saling berhadapan.
Benteng tersebut memiliki makna manusia harus kuat, ulet, tangguh, dan lincah. Harimau di alam liar melambangkan raja hutan. Namun, harimau pada gunungan wayang memiliki makna manusia harus jadi pemimpin bagi dirinya sendiri (punya jati diri), bijaksana dalam bertindak, dan mengendalikan nafsu serta hati nurani agar menjadi manusia yang lebih baik. Pada akhirnya, manusia tersebut bisa bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.
Sementara, gambar kera pada gunungan wayang memiliki makna manusia harus punya sifat yang mampu memilih serta memilah sesuatu yang baik dan buruk, manis dan pahit. Itu terkait dengan sifat kera yang bisa memilih buah yang baik, matang, dan manis.
Pohon besar di gunungan yang menjulang ke atas dan menjalar ke seluruh badan gunungan mengandung makna segala budi-daya dan perilaku manusia harus tumbuh dan bergerak maju (dinamis) sehingga memberikan manfaat dan warna kepada dunia serta alam semesta. Pohon tersebut juga memiliki makna Tuhan mengayomi dan melindungi manusia yang hidup di dunia.
Burung yang ada di dalam gunungan wayang memiliki makna manusia harus membuat dunia dan alam semesta menjadi tempat yang indah, baik dalam hal spiritual maupun material.
Itulah filosofi gunungan wayang kulit. Berbagai hal dituangkan dalam sebuah benda berupa gunungan berkaitan dengan kehidupan manusia dan hubungannya dengan segala hal di dunia dan alam semesta.