Sejarah Gereja Katedral Jakarta, Pernah Runtuh hingga Ditahbiskan pada 1901

ERA.id - Sejarah Gereja Katedral Jakarta cukup menarik untuk dipelajari, mengingat bangunan tersebut menjadi lambang toleransi beragama pra dan pasca kemerdekaan Republik Indonesia.

Katedral Katolik Roma neo-gotik Jakarta berdiri di sudut utara Lapangan Banteng, atau Lapangan Banteng, yang pada masa penjajahan Belanda disebut Waterlooplein, atau Lapangan Waterloo di Jakarta Pusat.

Kini terdapat Katedral berdiri tepat di seberang masjid terbesar di Jakarta, Masjid Istiqlal. Kedekatan dua bangungan tersebut bukanlah suatu kebetulan. Presiden pertama Indonesia, Soekarno, sengaja memilih lokasi masjid tersebut, untuk melambangkan filosofi persatuan dalam keberagaman.

Sukarno yakin jika semua agama dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis. Menariknya hingga saat ini kedua lembaga tersebut terus bekerja sama satu sama lain, terutama untuk menampung parkir mobil pada hari raya keagamaan.

Kini lahan parkir masjid digunakan jemaah gereja saat misa tengah malam Paskah dan Natal, begitu pula sebaliknya, saat shalat Idul Fitri, lahan parkir diperluas hingga lahan parkir Katedral.

Sejarah Gereja Katedral Jakarta

Dilansir dari laman resmi Wonderful Indonesia, Gereja Katedral Jakarta adalah gereja neo-gotik yang ditahbiskan pada tahun 1901. Gereja tersebut ditahbiskan setelah dibangun kembali di lokasi yang sama di mana sebelumnya berdiri katedral tua, yang dibangun pada tahun 1829 tetapi runtuh pada tahun 1890.

Lorong Gereja Katedral Jakarta (Twitter)

Karena orang Belanda beragama Protestan dan mencegah penyebaran agama Katolik di Hindia Timur, gereja ini menjadi reruntuhan. Baru setelah Napoleon Bonaparte menaklukkan Eropa, dan menempatkan saudara laki-lakinya Lodewijk (Louis Napoleon) di atas takhta Belanda, agama Katolik dibiarkan menyebar di nusantara.

Katedral Jakarta didedikasikan untuk Perawan Maria dan secara resmi bernama Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga, yang berarti Gereja Bunda Maria Diangkat ke Surga.

DI Katedral Jakarta terdapat sebuah patung Bunda Maria berdiri di pintu gerbang depan, menghadap ke Barat, dengan kalimat di atas pintu gerbang berbunyi: “Beatam Me Dicentes omnes Generationes”, artinya: Semua generasi menyebutku diberkati.

Meski dari tampilannya gereja ini terkesan terbuat dari batu (seperti halnya gereja-gereja neo-gothic di Eropa) namun sebenarnya katedral ini dibangun dari bata merah tebal yang dilapisi plester dan diaplikasikan dengan pola meniru konstruksi batu alam.

Tembok tebal dibuat untuk menopang balok kayu jati untuk membentuk atap. Ketiga menara terbuat dari rangka besi. Bahan-bahan ini digunakan sebagai pengganti batu karena relatif lebih ringan.

Di atas gereja terdapat tiga menara besi tempa, dua tertinggi setinggi 60 meter, sedangkan puncak menara tengah setinggi 45 meter.

Interior Gereja Katedral Jakarta

Kemudian memasuki gereja orang melihat bahwa katedral dirancang untuk membentuk salib. Lorong tengahnya memiliki panjang 60 meter dan di depan altar, lorong itu membentang 10 meter ditambah 5 meter di setiap sisinya.

Interior Gereja Katedral Jakarta (Twitter)

Ada tiga altar. Di sebelah kiri adalah Altar Santa Maria yang diselesaikan pada tahun 1915, dan di sebelah kanan adalah Altar Santo Yosef, selesai pada tahun 1922. Selain itu, ada Altar pusat dan tabernakel yang indah dan terpenting serta salib emas konon dibuat di Belanda pada abad ke-19 dan dipasang di sini pada tahun 1956.

Di sekeliling dinding gereja terdapat lukisan Jalan Salib, di mana setiap menjelang Paskah, jemaat berhenti untuk merenungkan penderitaan Yesus Kristus hingga penyalibannya hingga kebangkitannya dari kematian.

Di sisi selatan adalah patung Pieta, memperlihatkan Bunda Maria menggendong Yesus Kristus di pangkuannya setelah penyaliban.

Di kanan tengah adalah mimbar berhias yang ditinggikan dengan konstruksi berbentuk cangkang untuk akustik.

Bangunan katedral memiliki dua lantai. Lantai atas pada zaman dulu digunakan untuk paduan suara, tetapi karena bangunannya sudah tua dan ada kekhawatiran lantai tidak kuat akan menampung banyak orang, maka lantai atas sekarang telah diubah menjadi museum, yang menyimpan relik untuk ritual selama hari-hari penting.

Katedral ini masih digunakan secara aktif hingga saat ini. Selama Paskah dan Natal, ketika jamaah meluap, maka tenda-tenda didirikan di tempat parkir untuk memungkinkan ratusan orang berdoa, dengan mengikuti misa melalui monitor TV.

Selain sejarah gereja katedral jakarta, ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu ingin tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman