Broken Heart Syndrome: Pengertian, Gejala, Penyebab, dan Pencegahannya
ERA.id - Kemungkinan besar Anda adalah salah satu dari jutaan orang yang pernah merasakan galau atau patah hati. Rasanya semua beban begitu berat dan membuat Anda begitu letih. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari persoalan keuangan, beban pekerjaan, ataupun patah hati. Namun, tahukah Anda, ternyata gejala patah hati juga ada dalam dunia medis? Ya, hal ini disebut dengan istilah broken heart syndrome. Untuk selanjutnya, simak penjelasan di bawah ini.
Broken heart syndrome? Apa Itu?
Broken heart syndrome (BHS) atau sindrom patah hati adalah salah satu penyakit jantung yang bersifat sementara. Kondisi ini dapat dialami karena situasi yang mengakibatkan stres sehingga menjadikan Anda emosional.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan jika Anda merasakan gejala atau ini karena sebuah kondisi medis tertentu. Penyakit ini juga dikenal dengan beberapa istilah lain, antara lain apical balloning syndrome, takotsubo cardiomyopathy, atau stress cardiomyopathy.
Ketika seseorang mengalami broken heart syndrome, bagian jantung yang disebut ventrikel akan mengalami gangguan fungsi. Gangguan ini memiliki hubungan dengan aliran darah yang tidak lancar melalui arteri koroner menuju ke jantung.
Penyakit ini juga menandakan bahwa serangan jantung tidak hanya dialami karena penyakit jantung koroner. Namun, bisa saja terjadi karena seseorang mengalami gangguan mental.
Sedangkan perbedaan dari broken heart syndrome dengan penyakit jantung koroner adalah adanya riwayat stres emosional.
Kondisi ini dapat disembuhkan tanpa meninggalkan kecacatan permanen pada ventrikel jantung. Namun, dalam sebagian kasus, kondisi ini dapat mengakibatkan kondisi yang fatal maupun kematian.
Siapa saja yang berpotensi mengalami broken heart syndrome?
Sindrom patah hati digolongkan sebagai kelainan psikosomatis yang spesifik pada sistem kardiovaskuler. BHS dapat ditemukan pada 86-100% wanita dengan usia sekitar 63-67 tahun.
Sebagian besar kasus broken heart syndrome dialami oleh wanita, khususnya yang sudah memasuki masa menopause. Meskipun demikian, sindrom ini berpotensi menyerang segala usia tanpa terkecuali.
Apa saja gejala broken heart syndrome?
Di bawah ini merupakan beberapa tanda dan gejala yang harus Anda waspadai:
- Lengan/punggung terasa nyeri.
- Tenggorokan terasa tercekik.
- Detak nadi tidak teratur dan jantung berdebar-debar (palpitasi).
- Pingsan (sinkop) secara tiba-tiba.
- Terjadi dengan cepat sesaat setelah mengalami stres yang berat.
- Nyeri dada seperti tertekan benda besar.
- Napas pendek dan sesak napas yang tiba-tiba.
- Sebagian orang bisa mengalami syok kardiogenik (kondisi jantung tidak mampu memompa darah sesuai kebutuhan tubuh sehingga berisiko kematian).
Penyebab broken heart syndrome
Pada dasarnya, penyebab dari sindrom patah hati belum dapat diketahui dengan pasti. Namun, peningkatan hormon stres, seperti hormon adrenalin, dapat mengakibatkan kerusakan sementara pada jantung.
Penyempitan sementara yang terjadi pada arteri besar ataupun kecil pada jantung mungkin menjadi salah satu pemicu kondisi ini terjadi.
Namun, satu hal yang dapat kita waspadai adalah suatu kondisi yang mengakibatkan stres fisik maupun mental yang pada umumnya mendahului kondisi ini.
Adapun beberapa kondisi yang berpotensi menjadi pemicu dari broken heart syndrome antara lain:
- Stres emosional
- Terlibat perkara hukum.
- Pindah ke tempat tinggal baru.
- Berbicara di depan umum (public speaking).
- Mendengar kabar buruk (diagnosis penyakit utama setelah medical check-up, perceraian, konflik keluarga).
- Tekanan atau beban kerja berlebihan.
- Kecelakaan, kematian, cedera/luka, atau sakit berat yang menimpa anggota keluarga, sahabat, atau hewan peliharaan.
- Bencana alam seperti trauma setelah gempa bumi, tsunami, tanah longsor.
- Penyalahgunaan obat-obat terlarang seperti heroin dan kokain.
- Prosedur atau operasi selain jantung, seperti: cholecystectomy, histerektomi.
- Mengidap penyakit berat dan menahun yang tidak kunjung sembuh.
- Nyeri berat, misalnya akibat patah tulang, kolik ginjal, pneumothorax, pulmonary embolism.
- Penyakit hipertiroid: tirotoksikosis.
- Krisis keuangan hingga bangkrut.
- Stres fisik
- Upaya bunuh diri.
Faktor risiko dari broken heart syndrome
Sementara itu, di bawah ini merupakan beberapa kondisi yang meningkatkan peluang Anda merasakan gejala sindrom patah hati:
- Riwayat kesehatan yang berhubungan dengan gangguan saraf, seperti cedera kepala dan epilepsi.
- Wanita rentan merasakan kondisi ini daripada laki-laki.
- Ketika berusia 50 tahun, risiko seseorang lebih besar mengalami kondisi ini.
- Riwayat kesehatan yang berkaitan dengan gangguan mental, misalnya gangguan kecemasan dan depresi.
- Jika Anda merasakan salah satu kondisi tersebut dan mengalami gejala dari sindrom ini, segeralah untuk memeriksakan diri ke dokter.
Pencegahan broken heart syndrome
Pencegahan utama yang dapat Anda lakukan agar tidak mendapatkan gejala sindrom ini yaitu dengan mengelola stres dengan baik.
Jika Anda tengah mengalami masalah yang berat, cobalah untuk tetap bersikap dan berpikir secara luas dan komprehensif. Anda boleh merasa sedih, tetapi usahakan untuk tidak berlarut-larut.
Selain itu, pola hidup yang seimbang juga memiliki peran yang sangat penting, terutama pola makan, aktivitas fisik, dan pola pikir serta perilaku.
Demikianlah penjelasan tentang broken heart syndrome, setelah memahami semua hal tersebut, tentunya kini Anda bisa lebih berhati-hati demi kesehatan jiwa dan tubuh Anda.
Ikuti artikel-artikel menarik lainnya juga ya. Kalo kamu mau tahu informasi menarik lainnya, jangan ketinggalan pantau terus kabar terupdate dari ERA dan follow semua akun sosial medianya! Bikin Paham, Bikin Nyaman…