Mengenal Profil Anas Urbaningrum, Mantan Ketua Demokrat yang Terlibat Korupsi

ERA.id - Setelah menjalani masa penahanan selama kurang lebih 8 tahun, Anas Urbaningrum kembali menghirup udara segar. Hari ini, 11 April, dia resmi bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung. Profil Anas Urbaningrum pun menarik perhatian masyarakat karena kabar kebebasannya cukup ramai dibicarakan.

Seperti diketahui, Anas merupakan mantan Ketua Partai Demokrat yang divonis bersalah dan dibui atas kasus korupsi Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Dia resmi menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010-2015 setelah proses voting dalam Kongres II PD di Bandung 21—23 Mei 2010. Dirangkum Era.id dari berbagai sumber, berikut ini adalah informasi terkait profil Anas Urbaningrum.

Profil Anas Urbaningrum

Anas Urbaningrum lahir pada 15 Juli 1969 di Blitar, Jawa Timur. Istrinya bernama Athiyyah Laila. Anas dan Athiyyah memiliki 4 anak, yaitu Akmal Naseery, Aqeela Nawal Fathina, Aqeel Najih Enayat, dan Aisara Najma Waleefa.

Anas menyelesaikan pendidikan S-1 pada 1992 di Universitas Airlangga dengan gelar sarjana ilmu politik. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan S-2 di Universitas Indonesia (UI). Mengambil jurusan yang senada dengan gelar sarjananya, dia mendapatkan gelar master pada tahun 2000. Dia kemudian melanjutkan ke jenjang S-3 dengan mengikuti Program Doktor Ilmu Politik di Universitas Gajah Mada (UGM).

Anas Urbaningrum (antaranews)

Persinggungan Anas dengan dunia politik di luar ranah perkuliahan dimulai saat dia bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi pergerakan mahasiswa. Pada tahun 1997, dia terpilih sebagai Ketua Umum HMI melalui kongres yang digelar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tak hanya itu, pada 1999 dia mendapatkan penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Indonesia.

Anas juga pernah menjadi anggota Tim Seleksi Parpol Peserta Pemilu 1999 pada 1999. Tim ini merupakan bibit yang kemudian tumbuh menjadi Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang tugasnya adalah memeriksa kelayakan partai politik (parpol) yang akan bergabung dalam pemilihan umum (pemilu) pada tahun terkait.

Setelah itu, dia menjadi anggota KPU 2001—2005. Dia mulai mendapatkan tempat yang penting di Partai Demokrat pada tahun 2005. Ketika itu, dia duduk di kursi Ketua DPP Partai Demokrat periode 2005—2010.

Kasus Korupsi Anas Urbaningrum

Puncak karier politiknya, sebelum akhirnya dibui, adalah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2010—2015 setelah mengalahkan Andi Mallarangeng dan Marzuki Alie. Capaian ini, membuat Anas mengundurkan diri dari kursi DPR pada 23 Juli 2010.

Pada penutupan Kongres PD II, Anas memberikan sebuah pidato sambutan. Dia meminta dukungan dari seluruh kader Partai Demokrat untuk bersama-sama memajukkan dan mempertahankan kebesaran partai berlambang berlian itu.

Dia ingin Partai Demokrat menjadi (parpol) modern yang menjadi teladan bagi parpol lain dalam praktik berdemokrasi secara santun dan elegan. Ironis, rupanya hal tersebut hanya menjadi posisi tersebut tidak bertahan lama.

Pada masa kepemimpinan Anas, KPK sedang melakukan penyelidikan terhadap kasus korupsi Wisma Atlet di Hambalang. Hasilnya, Anas adalah salah satu orang yang punya andil dalam skandal besar itu.

Anas terjerat korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dan proyek-proyek yang lain selama 2010—2012 senilai Rp20 miliar.

Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Sebelumnya, namanya telah disebutkan terlibat oleh bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin, yang juga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

Lebih uniknya lagi, pada Pemilu 2009 Partai Demokrat lekat dengan jargon “Katakan tidak pada korupsi!”. Dalam video yang menampilkan beberapa orang penting Partai Demokrat itu, Anas tampil dan mempromosikan kampanye antikorupsi.

Beberapa anggota Partai Demokrat, termasuk Anas, terlibat dalam korupsi Hambalang sehingga elektabilitas parpol tersebut anjlok. Para petinggi Partai Demokrat kemudian meminta Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat itu menjabat sebagai Presiden RI, agar memerintahkan Anas Urbaningrum melepas jabatan ketua umum.

Anas Urbaningrum pun mundur dari jabatan tersebut. Dia divonis 7 tahun penjara. Pada kasasi, hukuman Anas diperberat jadi 14 tahun penjara dan denda Rp57 miliar. Akan tetapi, setelah peninjauan kembali (PK), hukumannya diringankan menjadi 8 tahun penjara.