Pengacara: Panji Gumilang Punya Jutaan Pengikut, Kita Harap Tak Terjadi Persoalan Horizontal

ERA.id - Pengacara pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun, Panji Gumilang, Hendra Effendi menyebut penahanan dan penetapan kliennya sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi dan politisasi.

Hendra pun mengaku tidak mengetahui apa yang akan terjadi di kemudian hari usai Panji Gumilang ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan penistaan agama.

"Kita tidak berharap terjadinya persoalan-persoalan horizontal nanti di masyarakat. Karena bagaimanapun, Pak Syekh Panji ini adalah seorang tokoh yang punya pendukung jutaan. Ya tentunya dengan terjadinya hal ini, ya kita nggak paham ya apa yang nanti terjadi," kata Hendra di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (2/8/2023).

Meski begitu, Hendra berharap agar situasi tetap kondusif. Terkait langkah hukum, pengacara ini menyebut akan mengajukan praperadilan.

"Segala upaya hukum yang diatur menurut hukum akan kita lakukan. Ya kalau itu memang kita perlukan, nanti akan kita tempuh, kami sudah diskusikan tentang segala hal yang terjadi kemarin dan hari ini," ujar Hendra.

Sebelumnya, Bareskrim Polri memutuskan untuk menahan Panji Gumilang, pada Rabu hari ini. Pimpinan Ponpes Al-Zaytun ini ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta.

"Setelah dilakukan pemeriksaan, penyidik melakukan upaya hukum berupa penahanan sejak jam 02.00 WIB tanggal 2 Agustus 2023 dan dilakukan penahanan di Rutan Bareskrim selama 20 hari sampai tanggal 21 Agustus 2023," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, hari ini.

Bareskrim Polri menetapkan Panji Gumilang sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama, pada Selasa (1/8). Setelah itu, Panji langsung menjalani pemeriksaan sebagai tersangka  

Dalam proses penyidikan kasus ini, penyidik telah memeriksa 40 saksi dan 17 ahli. Pimpinan Ponpes Al-Zaytun ini dijerat pasal berlapis.

Dia disangkakan Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 45a ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 156a KUHP, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun.