Usulan Amandemen UUD dan Berbagai Upaya Jegal Pemilu 2024
ERA.id - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mengumumkan akan mengusulkan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) terkait penundaan pemilihan umum (pemilu) di masa darurat pada 18 Agustus nanti, bertepatan dengan Hari Konstitusi. Usulan tersebut memunculkan kembali kekhawatiran sebagian masyarakat akan penundaan Pemilu 2024 yang isunya sempat naik belakangan waktu.
Usulan itu dibahas dalam rapat pimpinan MPR RI jelang Sidang Tahunan dan Hari Konstitusi, Selasa (8/8/2023). Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, berkaca dari pandemi Covid-19, konstitusi di Indonesia belum mengatur soal penundaan pemilu ketika dihadapkan pada kondisi kedaruratan.
"Kalau kita mengacu pada UUD yang sekarang, katakanlah akibat kedaruratan itu pemilu enggak mungkin dilaksanakan. Nah, kalau kita mengacu pada UUD yang sekarang ini kan enggak ada aturannya," kata Arsul, dikutip Rabu (9/8/2023).
Menurut Arsul, jika penyelenggaran pemilu di tengah kondisi kedaruratan tidak diatur, maka berpotensi menimbulkan pembangkangan dari rakyat.
"Misalnya wacana pemilu ditunda, lho enggak bisa kalau tanpa amandemen. Karena apa? Karena sudah dikatakan bahwa masa jabatan presiden itu lima tahun," kata Arsul.
"Kalau kemudian, katakanlah hanya diubah dengan undang-undang, kan tidak bisa. Kalau kemudian tetap dilaksanakan, maka rakyat boleh membangkang," imbuhnya.
MPR RI, kata Arsul, berharap diberikan kewenangan untuk menentukan penundaan pemilu apabila usulan tersebut mendapat persetujuan dari berbagai pihak.
"Kami berharap MPR itu punya kewenangan. Artinya, tempat memutuskan mencari jalan keluarnya itu harus ada di MPR. Termasuk misalnya kewenangan untuk oke kita tunda, menyatakan itu ditunda tetapi itu beberapa bulan dan segala macam," ucap Arsul.
Menjawab kekhawatiran banyak masyarakat, ia menambahkan bahwa MPR RI tetap berkomitmen dan mendorong pemerintah agar pemilu tahun depan digelar tepat waktu pada 14 Februari 2024. MPR RI periode 2019-2024 juga tidak memaksa agar usulan tersebut dibahas pada periode ini.
"Bahwa amandemennya itu nanti setelah MPR hasil pemilu (2024), itu soal lain. Tapi ini loh harus ada yang kita pikirkan, gagasan itu harus kita lempar dari sekarang," katanya. "Tetapi supaya orang itu tidak curiga ini jangan-jangan mau menunda pemilu lagi, makanya kita tegaskan dulu di sidang tahunan posisi MPR itu pemilu yang 14 Februari itu harus on time!"
Di lain pihak, banyak yang keberatan dengan usulan MPR RI tersebut. Mereka yang kontra beranggapan ada agenda lain di baliknya seperti perpanjangan masa jabatan, di antaranya eks sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu.
"Mereka masih terus berjuang utk perpanjang masa jabatan. Dan sekarang muncul usul pintu lain oleh pak @arsul_sani," tulisnya di Twitter, Rabu (9/8/2023). "Silakan publik menilai mau dibawa ke mana negeri ini oleh mereka."
Tuduhan tersebut bukannya tak berdasar, sebab sebelumnya, beberapa kali isu terkait amandemen UUD, penundaan Pemilu 2024, hingga perpanjangan masa jabatan presiden, sempat naik ke permukaan. Terakhir, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda Pemilu 2024 kurang lebih selama dua tahun empat bulan.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Noory Okhtariza menyampaikan bahwa isu penundaan pemilu 2024 ini harus ditanggapi dengan serius. "Saya sulit tidak melihat keputusan PN Jakarta Pusat sebagai bagian dari kelompok-kelompok yang menginginkan pemilu ditunda," ucapnya di kantor CSIS, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).
Noory menambahkan bahwa jauh sebelum putusan PN Jakarta Pusat di atas, sudah banyak mobilisasi dari kelompok-kelompok yang relatif terorganisir dan sistematis untuk memainkan isu-isu yang tujuannya menunda pemilu 2024.
Upaya-upaya untuk menjegal pemilu 2024 di antaranya: wacana amandemen konstitusi; wacana perpanjangan masa jabatan presiden; mobilisasi perpanjangan masa jabatan kepala desa; hingga wacana pemilihan gubernur yang ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Putusan nyeleneh PN Jakarta Pusat tunda Pemilu 2024
Pada 2 Maret 2023, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU yang tak meloloskan partai tersebut sebagai peserta Pemilu 2024 karena dinyatakan tidak memenuhi syarat di tahap verifikasi administrasi.
Dalam putusannya, PN Jakarta Pusat menerima gugatan Partai Prima seluruhnya dan meminta KPU menghentikan sisa tahapan pemilu 2024 dan mengulanginya lagi dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan. Putusan tersebut menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Prima Agus Priyono menggugat KPU lewat jalur perdata ke PN Jakarta Pusat pada 8 Desember 2022. Sebelumnya, ia pernah melayangkan gugatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Pengadilan Tata Usaha negara (PTUN), tetapi seluruh gugatannya ditolak.
Tak lama setelah putusan penundaan Pemilu 2024 keluar, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat sudah membuat sensasi berlebihan. "Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dlm perkara perdata oleh PN," tulisnya di Instagram, Kamis (2/3/2023).
Mahfud menambahkan bahwa sengketa terkait proses pemilu sebelum pencoblosan diputuskan oleh Bawaslu dan paling jauh hanya bisa digugat hingga PTUN. "Hukuman penundaan pemilu atas semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sbg kasus perdata," imbuhnya.
Penundaan pemilu juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) dan konstitusi yang menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. "Kita harus melawan scr hukum vonis ini," tambah Mahfud.
Hal senada juga disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan keputusan majelis hakim PN Jakarta Pusat adalah keliru. Menurutnya, dalam gugatan perdata itu yang bersengketa hanya penggugat (Partai Prima) dengan tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain.
"Majelis harusnya menolak gugatan Partai Prima, atau menyatakan no, atau gugatan tidak dapat diterima karena pengadilan negeri tidak berwenang mengadili perkara tersebut," ucapnya di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Sementara itu, Juru Bicara PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menolak jika PN Jakarta Pusat disebut memerintahkan penundaan pemilu 2024. "Saya tidak mengartikan seperti itu, tidak," ucapnya di PN Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023). "Akan tetapi, bahasa putusan itu seperti itu ya, menunda tahapan."
Menanggapi pro kontra di atas, Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono bilang bahwa mereka sejak awal sudah mendesak agar KPU diaudit dan proses pemilu dihentikan sementara setelah partainya tak lolos di tahapan verifikasi administrasi peserta pemilu 2024.
"Kami berharap semua pihak menghormati putusan Pengadilan Negeri tersebut. Kedaulatan berada di tangan rakyat. Ini adalah kemenangan rakyat biasa," kata Agus lewat keterangan tertulis, Kamis (2/3/2023).
Padahal sebelumnya, Partai Prima sempat menolak wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden saat Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Prima di Banda Aceh, Selasa (1/3/2022). Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Pertimbangan DPP Prima R Gautama Wiranegara.
Gautama mengatakan bahwa wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sangat aneh. "Partai Prima berpendapat bahwa pemilu harus digelar sesuai jadwal yang ditetapkan. Ini adalah urusan konstitusi, tidak ada perdebatan lagi," ucapnya saat sambutan.
KPU lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta terkait putusan PN Jakarta Pusat. Permohonan mereka dikabulkan dan putusan penundaan tahapan Pemilu 2024 dianulir.
"Mengadili menerima permohonan banding pembanding/tergugat, membatalkan putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat nomor 757/pdtg/2022 PN Jakarta Pusat tanggal 2 Maret 2023 yang dimohonkan banding tersebut," ujar hakim ketua Sugeng Riyono saat membacakan amar putusan banding di PT DKI Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Hakim juga menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwewenang mengadili perkara ini. Gugatan Partai Prima juga tidak dapat diterima.
Amandemen konstitusi dan perpanjangan masa jabatan presiden
UUD 1945 mengatur masa jabatan presiden selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. Sehingga, maksimal presiden dapat menjabat hingga dua periode atau 10 tahun. Namun, pada tahun 2019 sempat ramai isu amandemen UUD 1945 dalam rangka mengusung Jokowi menjadi presiden tiga periode.
Pertama, muncul usulan untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode, salah satunya dari mantan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Am Hendroptiyono usai bertemu dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
"Tenggat waktu presiden dan kepala daerah itu delapan tahun, tapi satu kali saja. Turun penggantinya nanti silakan berkompetisi, tidak ada petahana," kata Hendro di Komplek Parlemen, Jumat (12/7/2019).
Usulan tersebut didukung oleh guru besar hukum tata negara IPDN Prof Juanda. "Menurut saya, paling tepat adalah kalau benar-benar mengurus negara ini dengan waktu yang sangat tepat, saya kira bisa saja tujuh tahun atau delapan tahun satu periode misalnya," ucapnya dalam diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/2019).
Kedua, isu amandemen konstitusi untuk menambah masa jabatan presiden menjadi tiga periode juga sempat bergulir di parlemen.
"Ini ada yang menyampaikan seperti ini, kalau tidak salah mulai dari anggota DPR dari Fraksi NasDem," ucap Wakil Ketua MPR dari fraksi PPP Arsul Sani di Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Menanggapi isu yang beredar, Jokowi sempat menyinggung pihak-pihak yang menyuarakan amandemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatannya. "Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga menurut saya: ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Senin (2/12/2019).
Wacana penundaan pemilu imbas pandemi
Setelah isu amandemen konstitusi surut, usulan penundaan pemilu menjadi marak diperbincangkan imbas pandemi Covid-19. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar adalah salah satu tokoh politik yang pertama kali mengusulkan hal tersebut. Ia mengaku mendapat masukan dari para pengusaha dan pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi.
“Saya mengusulkan pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun,” kata Muhaimin dalam keterangan persnya, Rabu (23/2/2022).
Ia juga mengklaim bahwa menurut analisis big data, ada 60% dari 100 juta subjek akun medsos yang mendukung penundaan pemilu. "Pro kontra pilihan kebijakan ini akan terus terjadi seiring memanasnya kompetisi dan persaingan menuju 2024," ucapnya dalam orasi politik bertajuk "Politik Kesejahteraan dan Kebahagiaan" di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (26/2/2022).
Selain Muhaimin, ada juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) yang mendukung wacana tersebut dengan alasan survei angka kepuasan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang tinggi. "Di atas 73% (yang puas)," ucapnya di Gedung Parlemen, Jumat (28/1/2022).
Beberapa alasan lain yang diungkapkan Zulhas termasuk pertimbangan konflik global; anggaran pemilu yang membengkak; hingga keberlangsungan program-program pembangunan nasional yang sebelumnya tertunda akibat pandemi. Itu semua membuat pihaknya berpikir bahwa Jokowi masih harus menjabat setelah 2024.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan pihaknya akan meneruskan aspirasi masyarakat soal perpanjangan masa jabatan presiden setelah berkomunikasi dengan petani di Pekanbaru.
"Ini berkat kepemimpinan Bapak Presiden. Ini tentu kita sebagai parpol tentu kita akan dengarkan aspirasi tersebut dan sekali lagi akan kami komunikasikan bahwa keberhasilan ini dirasakan oleh masyarakat," ucap Airlangga dalam keterangannya, Kamis (24/2/2022).
Jokowi sendiri beberapa kali menyatakan bahwa sikapnya menolak perpanjangan masa jabatan presiden tak akan berubah. “Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode,” ucapnya dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021).
Namun, setelah isu penundaan pemilu kembali mencuat, sikap Jokowi tampak melunak dan bilang bahwa wacana tersebut bagian dari demokrasi.
"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri, atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat,” ucapnya di Istana Bogor, Jumat (4/3/2023). “Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.”
Mobilisasi kepala desa dan wacana penunjukkan gubernur oleh DPRD
Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) menobatkan Jokowi sebagai "Bapak Pembangunan Desa" dan mendukungnya jadi presiden tiga periode di Istora Senayan, Kamis (29/3/2022). Ketua Umum Apdesi Surta Wijaya mengatakan bahwa Jokowi harus didukung karena kepala desa (kades) merasa terbantu dengan pemerintahannya.
Lalu pada 17 Januari 2023, ribuan kades dari seluruh penjuru negeri menggelar aksi di depan Gedung DPR RI untuk menuntut revisi UU Desa dan mengubah masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun.
Jokowi sendiri mempersilakan para kades untuk menyuarakan aspirasi mereka ke DPR. “Iya yang namanya keinginan, yang namanya aspirasi itu silakan disampaikan kepada DPR,” ucapnya saat meninjau proyek sodetan Kali Ciliwung, Selasa (24/1/2023).
Peneliti CSIS Noory Okhtariza menyatakan bahwa tuntutan para kades tersebut dimobilisasi oleh kelompok-kelompok yang menghendaki penundaan pemilu 2024. “Ribuan kepala desa datang ke Jakarta, dimobilisasi,” ucapnya dalam diskusi Menanggapi Putusan Pengadilan Jakarta Pusat No. 757 di Kantor CSIS, Jumat (3/3/2023).
Setelah wacana revisi UU Desa, PKB lalu mengusulkan untuk mengganti sistem pemilihan gubernur. “Gubernur hanya sebagai sarana penyambung pusat dan daerah, itu tahap pertama. Jadi pilkada tidak ada gubernur, jadi hanya kabupaten/kota," kata Ketua Umum PKB Muhaimin dalam Sarasehan Nasional Satu Abad NU di Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023). Hal tersebut menurut CSIS juga termasuk upaya menunda pemilu 2024.
Kerugian negara jika pemilu 2024 jadi ditunda
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menegaskan pentingnya mengadakan pemilu tepat waktu sesuai konstitusi.
Hal tersebut disebabkan pemilu yang tepat waktu akan memberi kepastian bagi partai politik dalam melakukan nominasi; penyelenggara pemilu dapat bekerja profesional dalam menyiapkan anggaran serta rekrutmen; dan memberi kepastian bagi dunia usaha maupun perbankan untuk merancang strategi investasi ke depan.
“Karena stabilitas politik mempengaruhi ketidakpercayaan investor,” ucap Arya.
Implikasi negatif dari penundaan pemilu, menurutnya, dapat menimbulkan protes publik dan membuat kegaduhan politik baru. Selain itu, kondisi ekonomi menjadi tidak pasti karena kondisi sosial politik juga tidak stabil. Anggaran pemilu juga pasti bakal membengkak karena tahapan pemilu semakin panjang dan menghabiskan banyak biaya operasional. Sementara itu, pihak-pihak yang diuntungkan hanya penguasa dan partai-partai pendukungnya.
“Kalau pemilu tidak pasti, tidak menguntungkan terutama bagi partai-partai baru maupun partai-partai di luar pemerintahan,” ucap Arya.