Mengingat Kembali Kasus Kerangkeng Manusia yang Dituduhkan ke Mantan Bupati Langkat
ERA.id - Mantan Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin-angin kini divonis bebas oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat.
Kasus Terbit sempat menggemparkan Indonesia karena dituduh melakukan perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lewat praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadinya, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 19 Januari 2022.
Kerangkeng manusia ini disebutkan bakal digunakan untuk 'memenjarakan' pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit Rencana Perangin-Angin.
Namun Terbit Rencana Perangin-Angin mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6x6 meter yang terbagi dua kamar itu merupakan sel untuk membina pelaku penyalahgunaan narkoba.
Saat diselidiki lebih jauh, polisi menyebut kerangkeng manusia itu belum memiliki izin, dan Badan Narkotika Nasional menegaskan kerangkeng itu tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi.
Setelah tuduhan itu dimentalkan PN Stabat, Terbit pun sebentar lagi akan melenggang ke masyarakat umum, seturut dengan amar putusan dari majelis hakim yang meminta agar hak serta harkat martabat terdakwa Terbit dalam perkara ini dipulihkan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Hakim Ketua Andriansyah saat membacakan vonis di PN Stabat, Langkat, Sumatera Utara, Senin kemarin.
"Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum, memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, serta harkat martabatnya. Menyatakan permohonan restitusi tidak dapat diterima," ujar Andriansyah.
Adapun Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Langkat Hendra Abdi Sinaga menegaskan, pihaknya akan bmelakukan upaya hukum kasasi atas putusan bebas tersebut.
"JPU Kejari Langkat di di persidangan telah menyatakan kasasi," tegas dia.
Sebab, sebelumnya JPU telah menuntut terdakwa Terbit Rencana Perangin-angin dengan pidana penjara 14 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar, maka diganti penjara enam bulan
Selain itu, kata Hendra, pihaknya juga membebankan terdakwa membayar biaya restitusi untuk sebelas korban maupun ahli waris sebesar Rp2,3 miliar.
"JPU menilai terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 2 Jo Pasal 11 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana surat dakwaan keempat," tegas Hendra Abdi Sinaga.