Kejagung Susun Memori Kasasi Vonis Bebas Mantan Bupati Langkat, Ini Bocorannya
ERA.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyusun memori kasasi sebagai tindak lanjut putusan bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Langkat, Sumatera Utara, kepada mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin atas perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Rabu, mengatakan pihaknya punya waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi, dan menyusun memori kasasi, setelah sidang putusan.
"Ada waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi dan 14 hari menyusun dan menyerahkan memori kasasi," kata Harli di Jakarta dikutip dari Antara, Rabu (10/7/2024).
Dia menjelaskan beberapa alasan pengajuan kasasi oleh jaksa penuntut umum (JPU), yakni berdasarkan Pasal 253 KUHAP, mempertimbangkan bahwa bahwa hakim tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya; atau bahwa cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; atau bahwa hakim mengadili melampaui batas wewenang-nya.
"Jadi nanti JPU dalam memori kasasi-nya menjelaskan hal-hal di atas," ujarnya.
Diketahui bahwa dalam amar putusan yang dibacakan pada Senin (8/7), Majelis Hakim PN Stabat, Langkat, menyatakan bahwa Terbit tidak terbukti bersalah sebagaimana dakwaan penuntut umum. Majelis hakim juga meminta agar hak serta harkat martabat terdakwa dalam perkara ini dipulihkan.
Kasus yang menjerat mantan Bupati Langkat itu berawal dari penemuan praktik kerangkeng manusia di kediaman pribadi-nya, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 19 Januari 2022
Kerangkeng manusia ini disebutkan bakal digunakan untuk 'memenjarakan' pekerja kebun kelapa sawit milik Terbit. Namun, ia mengklaim kerangkeng manusia berukuran 6 x 6 meter yang terbagi dua kamar itu merupakan sel untuk membina pelaku penyalahgunaan narkoba.
Polisi menyebut kerangkeng manusia dimaksud belum memiliki izin dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan menegaskan bahwa kerangkeng di rumah Terbit tidak bisa disebut sebagai tempat rehabilitasi.
Terhadap kasus ini, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan yang mana hasilnya ditemukan sejumlah temuan, di antaranya adanya tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.