Batas Waktu OSO Mundur dari Hanura 21 Desember
"Kami minta kepada Pak OSO (Oesman Sapta Odang) sebagai ketua umum Hanura, untuk melengkapi juga (syarat pencalonan berupa surat pengunduran diri) sampai dengan batas waktu tanggal 21 Desember," ujar Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018).
Pemberian batas waktu yang diberikan kepada OSO, kata Evi, karena mempertimbangkan waktu pencetakan surat suara yang dimulai pada 24 Desember nanti.
Diketahui, dalam posisi ketua umum parpol akan mengundurkan diri dan diganti dengan pengurus yang lain, partai tersebut harus menggelar Musyawarah Nasionaldengan mengumpulkan pengurus di tiap daerah se-Indonesia. Namun, Evi bilang KPU tidak dalam posisi pertimbangan Munas.
"Itu kan mekanisme di internal parpol. Kita kan tidak masuk ke sana. Tapi kita berikan batas waktu sampai sebelum kita melakukan produksi pencetakan surat suara," ucap dia.
Evi juga tidak mau jika OSO nanti mengundurkan diri hanya sebatas penyampaian lisan kepada KPU. "KPU kan bekerja semuanya harus berdasarkan legal formal ya. Enggak bisa ngomong-ngomong," tutur Evi.
"Mekanisme di parpol kan ada. Di kita juga setiap ada tahapan, kan mengacu kepada legal formal seluruhnya. Yakni dokumen yang dia berikan soal surat pengunduran diri. Ya semacam surat keputusan (pengunduran diri) dari parpol," lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Yusril Izra Mahendra selaku kuasa hukum OSO menganggap KPU terlalu berbelit. Padahal, menurut Yusril, KPU hanya tinggal mematuhi putusan PTUN yang memerintahkan untuk menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
"Sebenarnya kan ini yang dibuat oleh KPU ini kayak permainan patgulipat, seolah-olah KPU melaksanakan putusan MK dan seolah-olah melaksanakan putusan PTUN," tutur Yusril.
Oleh karenanya, Yusril menyebut pihaknya akan mendiskusikan lebih lanjut dengan OSO beserta tim hukum yang lain untuk menyikapi surat dari KPU.
"Besok kami akan diskusikan. Tapi itu tadi yang sudah kami tempuh seperti itu. Hari ini kan ada perkembangan baru lagi, dengan surat seprti itu, jadi besok kita akan diskusikan dengan OSO," jelasnya.
Jalan panjang polemik caleg DPD bermula dari putusan MK melarang caleg DPD masih menjadi pengurus parpol pada periode 2019. Namun, MA memutuskan larangan pengurus parpol menjadi caleg baru berlaku pada 2024.
Putusan MA tersebut merupakan tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menafsirkan jabatan kepengurusan seseorang dalam parpol sebagai “pekerjaan”, sehingga tidak boleh menjadi calon anggota DPD.
Putusan MA sebenarnya tidak membatalkan Putusan MK, melainkan membatalkan PKPU, karena dinilai membuat aturan yang berlaku surut.
Ditambah, beberapa waktu lalu PTUN memutuskan untuk mengabulkan gugatan Oesman Sapta Odang (OSO) untuk masuk kembali dalam daftar calon tetap (DCT) anggota DPD 2019 yang sebelumnya telah dicoret.
Baca Juga : La Nyalla: Lupakan Pak Prabowo!