Pemerintah-DPR Sepakat RKUHAP Atur Penghinaan Presiden Gunakan Restorative Justice

ERA.id - Komisi III DPR dan pemerintah menyepakati kasus penghinaan presiden bisa menggunakan mekanisme restorative justice. Aturan itu akan dituangkan ke dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, usulan itu merupakan masukan dari masyarakat.

"Menurut masukan sebagian besar masyarakat lah, kalau pasal terkait penghinaan terhadap presiden wakil presiden justru harus diterapkan restorative justice," kata Habiburokhman dalam rapat Panja RKUHAP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Berdasarakan masukan dari kelompok masyarakat, penghinaan terhadap presiden tidak dimaksudkan untuk menghina. Melainkan bertujuan untuk mengeritik.

Karena itu, langkah restorative justice dinilai penting untuk mengetahui tujuan dari kritikan yang kerap disangka sebagai hinaan.

"Kadang-kadang orang bermaksud mengkritik, menyampaikan kritikan tetapi dianggap menghina. Di situlah letak pentingnya restorative justice, komunikasi antara pihak pemerintah, diajak ngomong dulu nih orang ini, benar-benar mau menghina enggak? Mekanismenya adalah penyelesaian perkara di luar pengadilan," kata Habiburokhman.

"Jadi pasal terkait penghinaan presiden tetap bisa restorative justice," sambungnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menyampaikan bahwa pemerintah pun setuju agar jenis kasus tersebut tak dikecualikan untuk menempuh RJ dalam RUU KUHAP. Pasalnya, dia menilai bahwa kasus defamation law (penghinaan) memiliki sifat berdasarkan klacht delict atau delik aduan.

"Karena dia delik aduan absolut, kalau memang mau dilakukan restorative ya nggak apa-apa, setuju," kata Eddy.