Pegiat Musik Bersatu Tolak RUU Permusikan

Jakarta, era.id - Sejumlah pegiat musik nasional melakukan gerakan penolakan terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan yang dianggap memuat pasal karet dan membatasi kreativitas musisi dalam menyuarakan kritik terhadap keadaan sosial dan pemerintah. Gerakan yang beranggotakan 262 orang ini bernama Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Berikut bunyi pernyataan sikap mereka:

"Kami, Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan selaku para pelaku musik Indonesia, menyatakan Menolak RUU Permusikan untuk diundangkan. Setelah membaca dan menelaah naskah RUU Permusikan saat ini, kami merasa tidak ada urgensi bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dan Pemerintah untuk membahas dan mengesahkannya untuk menjadi Undang-Undang. Sebab, naskah ini menyimpan banyak masalah fundamental yang membatasi dan menghambat dukungan perkembangan proses kreasi dan justru merepresi para pekerja musik. Kami tetap mendukung upaya menyejahterakan musisi dan terbentuknya ekosistem industri musik yang lebih baik, hanya caranya bukan dengan mengesahkan RUU ini.

"Secara umum, RUU Permusikan ini memuat Pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang yang ada seperti: Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE. Lebih penting lagi, RUU ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, serta bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi. 

"Setelah kami baca lebih jauh, ketidakbetulan itu ternyata ada di banyak pasal. Mulai dari pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, 51, dan masih banyak lagi. Kesalahan - kesalahan ini menunjukkan kekurangpahaman para penyusun naskah RUU Permusikan tentang keanekaragaman potensi dan tantangan yang ada di dunia musik."

Terbentuknya Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan ini kali pertama digelembungkan oleh Wendi Putranto (manajer Seringai, pengamat musik) di akun Facebook-nya pada Minggu (3/2/2019) siang. Wendi menulis, kelompok oposisi RUU Permusikan sudah terbentuk dan siap beraksi:

Tak lama setelah itu, lini masa media sosial diramaikan dengan unggahan foto bertuliskan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan dari sejumlah musisi dan pegiat musik yang tergabung dalam pergerakan ini. Di antaranya adalah Danilla Riyadi yang menulis:  

 

 

 

 

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Saya cuma ingin kebebasan dalam berkesenian. - #TolakRUUPermusikan

Sebuah kiriman dibagikan oleh Danilla Riyadi (@danillariyadi) pada

Danilla Riyadi menambahkan dalam siaran pers yang diterima redaksi, “Kalau musisinya ingin sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Pelindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu; jadi untuk apa lagi RUU Permusikan ini.”

Sementara penyanyi dan penulis lagu Rara Sekar mengatakan, "Kami menemukan setidaknya 19 Pasal yang bermasalah. “Mulai dari ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan “siapa” dan “apa” yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.” 

 

 

 

 

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Beberapa hari lalu, melanjutkan banyaknya pertanyaan saya soal #RUUPermusikan, akhirnya saya dapat akses untuk membaca naskah akademiknya. Membaca naskah akademik ini membuat saya sedih. Selain latar belakang masalah, identifikasi masalah dan kerangka teoretis yang membingungkan, interpretasi naskah ke dalam pasal-pasal yg tidak nyambung, secara keseluruhan naskah ini juga memprihatinkan karena tidak memenuhi kaidah-kaidah akademik. Misal, salah satu sumber untuk teorinya diambil dari makalah siswa yang diunggah di Blogspot? Kacau. Udah gila? Kalau gini modelnya, ga kebayang berapa banyak UU yang lolos dengan basis naskah akademik yang tidak akademik sama sekali? _ Beberapa hari ini bersama teman-teman musisi dan pelaku musik membentuk Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Bersama, kami mencoba menyisir pasal-pasal yang ada di RUU Permusikan ini. Setelah membaca pasal-pasal yang ada, kami melihat RUU ini sebagai upaya membatasi perkembangan musik independen, dan kegiatan-kegiatan musik yang lahir-tumbuh dan hidup di masyarakat, dan mencoba menyeragamkan dan memonopoli perkembangan musik di Indonesia. Kalau memang musik (seperti yang ditulis di naskah akademik) adalah elemen penting dalam pemajuan kebudayaan, maka RUU Permusikan jelas akan mematikan kebudayaan. Apalagi yang dianggap “bersebrangan” dengan “kekuasaan”. #TolakRUUPermusikan #KNTLRUUP _ Baca pernyataan sikap kami di highlight #RUUPermusikan.

Sebuah kiriman dibagikan oleh Rara Sekar (@rarasekar) pada

Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa menambahkan, “Referensi pembuatan RUU ini tidak paham gerakan dan nafas kelompok musik bawah tanah.”

 

“Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya ke mana; yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu-individu” tegas penyanyi, penulis lagu, penata musik dan produser Mondo Gascaro. Maka dari itu, sebaiknya rancangan Undang-Undang ini dibatalkan. 

 

 

Supaya kamu tahu, RUU Permusikan menuai protes keras ketika draf-nya menyebar di kalangan publik pada Rabu (30/1) lalu. RUU ini dianggap mengandung berbagai masalah, mulai dari mengebiri kebebasan berekspresi lewat pasal karet hingga menciptakan kelas elite di kalangan para musisi. RUU ini masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019.

 

Tag: album musik