Terganggunya Gaya Hidup Milenial saat Akses Sosial Media Dibatasi
Mengirim gambar atau pesan instan melalui Line dan WhatsApp jadi tersendat-sendat. Apalagi membuka media sosial macam Instagram, Twitter dan Facebook, lola-nya (loading lama) minta ampun.
Enggak cuma influencer, para penjual online-shop atau warganet yang jempolnya biasa berselancar di lini media sosial juga jadi terganggu.
"Kesel banget, biasa nyari hiburan kan di Instagram. Kemarin kan enggak bisa dibuka. Enggak bisa Instastory juga, padahal, biasa Instastory buat ngasih kode ke orang," kata Gabby (28) saat berbincang dengan era.id, Sabtu (25/5/2019).
Ada juga Kei (27) pegawai kantoran yang juga merasa kesal karena akses bermedia sosialnya dibatasi oleh pemerintah selama beberapa hari terakhir. "Gue kan sebagai generasi milenial, jadi mati angin/mati gaya gitu," ungkap Kei yang ingin segera kembali eksis di jagat IG.
Bukan cuma mereka yang terganggu aktivitasnya, pekerja media yang turun ke lapangan saat memberitakan aksi massa di Bawaslu dan sekitarnya juga terkena imbasnya. Koordinasi dengan redaksi di kantor jadi sulit.
Segala macam cara dari mengakses virtual private network (VPN) dan lain sebagainya, dilakukan agar informasi aktual tetap bisa tersampaikan. Tak bisa mengunggah foto atau video, seakan kembali ke zaman dulu yang cuma bisa mengirim pesan lewat SMS.
Tapi mau bagaimana lagi? ini upaya pemerintah untuk menekan penyebaran hoaks melalui media sosial. Dengan cara membatasi akses bandwith dari setiap operator telepon seluler yang ada di Indonesia.
Gara-gara pembatasan akses media sosial ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kemudian mengkritik kebijakan pemerintah. Menurut mereka pembatasan media sosial sama saja membatasi hak setiap orang untuk berkomunikasi.
"Kami menilai langkah pembatasan ini juga menutup akses masyarakat terhadap kebutuhan lainnya, yaitu mendapat informasi yang benar," ungkap Ketua Umum AJI Abdul Manan dalam keterangan tertulisnya.
Walau tpembatasan akses media sosial ini ditujukan untuk mencegah meluasnya informasi yang keliru, serta melindungi kepentingan hukum. Tapi kebijakan ini dirasa AJI enggak sesuai dengan undang-undang.
Terlebih Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 19 Deklarasi Umum HAM yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi.