Ribut-ribut BPN dan KPU Soal 17,5 Juta DPT Ganjil

Jakarta, era.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal hasil penghitungan suara dan dugaan kecurangan Pilpres 2019.

BPN memperkuat argumentasi gugatannya dengan membawa salah satu narasi sebanyak 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang diduga ganjil karena memiliki tanggal lahir dirasa tidak wajar, yakni 1 Januari, 1 Juli, dan 31 Desember. 

Menanggapi, Komisioner KPU Ilham Saputra pede pihaknya bisa menepis argumentasi itu saat persidangan di MK karena penjelasan serupa pernah dikemukakan oleh KPU. 

"Kan sudah kita jawab beberapa waktu lalu dan sudah diterima oleh dua tim pasangan calon 01 dan 02 01 diwakili oleh Pak Aria Bima, 02 diwakili oleh Pak Hashim Djojohadikusumo," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2019).

Ilham bilang, penjelasan mereka terkait DPT diduga ganjil sudah sangat detail. Saat itu, KPU menjelaskan bahwa pencatatan administrasi kependudukan awal tahun 1970-an dan saat menggunakan SIMDUK sebelum tahun 2004, semua penduduk yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya, ditulis 31 Desember.

Sejak berlakunya SIAK tahun 2004, penduduk yang lupa atau tidak ingat tanggal lahirnya, ditulis 1 Juli. "Kita udah jawab potensi data ganda itu hanya ada 750 ribu, itu juga baru potensi lho belum tentu beneran ganda," ungkap Ilham. 

Lebih lanjut, sejauh ini Ilham merasa ada permasalahan dari dugaan 17,5 juta DPT yang diangkat oleh BPN. Ilham bilang KPU tak menemukan pemilih yang bisa mencoblos dua kali. 

"Paling, kalaupun ada, itu yang direkomendasi sama bawaslu untuk dilakukan pemungutan suara ulang. Jadi proses itu sudah dilakukan semua, ada pengawasan dari bawaslu," tutur Ilham.

"Bawaslu juga sudah menerima jawaban kita, penetapan DPTHP 3 juga dihadiri oleh partai politik, paslon, dan bawaslu. Kita sudah menjalankan sesuai aturan dan prosedur yang ada," tambahnya.

Tag: perlawanan terakhir prabowo pemilu 2019 kpu