Pemerkosa di Pakistan Terancam Dikebiri Kimia, Bagaimana dengan Indonesia?
ERA.id - Pekan lalu ibu dari dua anak yang mengemudi di jalan raya dekat Lahore ditarik keluar dan diperkosa oleh dua pria yang menodongkan senjata. Salah satu pelaku berhasil diringkus oleh polisi pada Senin (14/9).
Insiden pemerkosaan di jalan raya pekan itu pun berujung pada keributan di negara Asia Selatan tersebut. Perdana Menteri (PM) Pakistan Imran Khan mengusulkan agar terpidana pemerkosaan dieksekusi di hadapan umum atau dikebiri kimia.
Khan menganggap pelaku pemerkosaan harus digantung di hadapan umum. Namun, ia menambahkan bahwa para pejabat telah memberitahunya jika tindakan semacam itu dapat membahayakan status perdagangan prerefensial yang diberikan oleh Uni Eropa (EU) kepada Pakistan.
Status Generalized System of Preferences (GSP-plus) Uni Eropa, yang diberikan kepada Pakistan pada 2014, bergantung pada observasi konvensi internasional, seperti HAM. Akan tetapi Khan mengaku dia sedang mempertimbangkan opsi kebiri kimia.
"Cara pembunuhan tingkat pertama, tingkat kedua, tingkat ketiga, ini seharusnya dinilai dengan cara yang sama, dan ketika jika ada (pembunuhan) tingkat pertama, kebiri mereka. Lakukan pada mereka dan buat mereka tidak dapat melakukan ini," kata Khan melalui wawancara dengan saluran berita Pakistan.
Pernyataan Khan muncul saat pejabat Pakistan mengumumkan bahwa satu dari dua tersangka utama berhasil dibekuk dan mengakui kejahatannya. Pejabat mengatakan mereka juga mempunyai kecocokan DNA yang positif. Sementara, pengejaran tersangka kedua masih berlangsung.
Polisi mengambil sampel DNA dari lokasi kejadian dan menggunakan data GPS dari jaringan telpon seluler untuk mengidentifikasi siapa pun yang berada di lokasi kejadian saat insiden berlangsung.
Insiden mengejutkan itu menyulut protes nasional dan seruan pengunduran diri pejabat. Massa juga meminta agar pemerkosa digantung di hadapan umum.
Pada Februari anggota dewan mengajukan legislasi hukuman gantung di hadapan umum bagi terpidana pelecehan seksual dan pembunuhan anak, namun usulan tersebut tidak diloloskan.
Bagaimana dengan kebiri kimia bagi pemerkosa di Indonesia?
Di Indonesia hukuman kebiri kimia bagi predator seksual masih debatable. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut praktik tersebut bertentangan dengan bertentangan dengan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Sebelumnya, hukuman kebiri kimia pernah dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Mojokerto kepada pelaku pemerkosaan anak, Aris. Namun, hukuman tersebut belum bisa dieksekusi karena belum adanya petunjuk teknis.
Untuk diketahui, sebetulnya kebiri kimia telah dilegalkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Wacana hukum kebiri kimia pertama kali mencuat pada pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudhyono.
Baca Juga : Ragam Penyimpangan Seksual, dari Sadisme hingga Berhubungan Seksual dengan Binatang
Lantas pada Mei 2016, usulan ini kembali menguat menyusul kasus pemerkosaan terhadap Yuyun, seorang siswa SMP di Bengkulu. Yuyun menjadi korban oleh pelaku yang berjumlah 14 orang.
Pada 25 Mei 2016, Presiden Jokowi menandatangani Perppu tentang Perlindungan Anak yang menyebut tiga tambahan hukuman yakni kebiri kimia, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik. Jokowi berharap, Perppu itu membuat efek jera terhadap pelaku, demikian dikutip bbc.com.
Dokter ahli andrologi Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, menjelaskan kebiri kimia berarti menyuntikkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang. Tujuannya menurunkan hormon testosteron dengan begitu gairah seksual akan hilang.
Akan tetapi, efek dari pemberian suntikan itu, kehidupan orang tersebut secara keseluruhan akan terganggu. Misalnya yang ringan, dia bertambah gemuk, lemak makin banyak, otot berkurang. Kemudian tulang keropos. Kalau diteruskan akan terjadi kurang darah dan fungsi kognitifnya terganggu.