Kasus Kelahiran Bayi 'Stillbirth' Melonjak di Tengah Pandemi COVID-19
ERA.id - Tren kenaikan angka kematian bayi dalam kandungan (stillbirth) meluas, bahkan mencapai 50 persen di negara seperti Nepal, sejak wabah COVID-19 meluas secara global. Rutinitas cek kehamilan terhambat selama pandemi ini.
Penelitian paling ekstensif mengenai kasus meninggalnya bayi di dalam kandungan (stillbirth) dirilis di jurnal The Lancet Global Health pada tanggal 10 Agustus, yang meneliti 20.000 ibu yang melahirkan di 9 rumah sakit di Nepal. Penelitian ini menemukan bahwa kasus stillbirth meningkat dari 14 kasus per 1.000 kelahiran, angka yang didapat sebelum Nepal mengalami lockdown pandemi COVID-19, menjadi 21 kasus per 1.000 pada akhir Mei lalu, atau naik 50 persen.
Kenaikan tertinggi kasus stillbirth terjadi pada empat pekan pertama lockdown, yaitu ketika warga Nepal hanya boleh keluar rumah untuk membeli bahan makanan atau kebutuhan pokok.
Ashish K.C., epidemiolog kehamilan dari Universitas Uppsala, Swedia, yang menjalankan studi tersebut, juga mengatakan bahwa jumlah ibu yang melahirkan di rumah sakit pun turun dari 1.261 kelahiran menjadi 651 kelahiran.
Kematian bayi di dalam kandungan sendiri, menurut Ashish, tidak disebabkan oleh infeksi COVID-19. Kasus tersebut lebih dikarenakan terhambatnya rutinitas cek kehamilan selama pandemi virus korona, sehingga ada kemungkinan tidak tertanganinya komplikasi selama masa kehamilan.
Ibu hamil juga mungkin tidak bisa pergi ke klinik kehamilan karena terbatasnya transportasi publik. Selain itu, beberapa ibu juga enggan datang ke rumah sakit karena takut terinfeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
"Nepal telah jauh lebih maju dari 20 tahun lalu dalam hal kesehatan ibu dan bayi. Namun, kemajuan itu terkikis oleh kondisi selama beberapa bulan terakhir," kata Ashish.
Kasus stillbirth sendiri tak hanya terjadi di Nepal, namun, seperti menjadi tren global saat ini. Di London, Inggris, misalnya, jumlah kasus stillbirth meningkat dari 2,38 kasus per 1.000 kelahiran menjadi 9,31 kasus per 1.000 kelahiran pada Februari hingga Juni lalu.
Asma Khalil, dokter kandungan di Rumah Sakit St. George menyebut kenaikan kasus stillbirth sebagai "dampak sampingan pandemi COVID-19".
Sementara itu di India, jumlah kasus kematian bayi dalam kandungan juga meningkat saat negara tersebut menerapkan aturan karantina nasional (lockdown). Skotlandia, satu dari sedikit negara yang menghitung kasus stillbirth secara bulanan, juga mendeteksi lonjakan kasus kematian bayi dalam kandungan di bulan-bulan pertama pandemi COVID-19.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar ibu hamil melakukan cek kehamilan 8 kali selama masa kehamilan mereka agar bisa mendeteksi dan mengelola permasalahan yang mungkin bisa mengancam ibu, bayi, atau keduanya. Resiko stillbirth juga bisa dikurangi jika para ibu tidur dalam posisi menyamping selama 7 bulan masa kehamilan, berhenti merokok, dan memberitahu bidan atau dokter bila merasakan bahwa bayi di dalam perutnya tidak aktif bergerak.