DN Aidit dan PKI Pernah Usulkan 'Angkatan Kelima' untuk Ganyang Malaysia
ERA.id - Isu penambahan angkatan kelima, berisi kaum buruh dan tani yang dipersenjatai, ke dalam ABRI seakan membangunkan macan tidur di dalam Angkatan Darat. Dianggap meniru taktik revolusi Tiongkok. Diusung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), ide ini akhirnya layu pasca kemelut di akhir September 1965.
Ide itu sendiri dibingkai oleh momen kemarahan Bung Karno di tahun 1963. Adu rayu diplomatiknya sejak 1962 pada bangsa-bangsa Asia-Afrika, yaitu agar mendukung kemerdekaan daerah Brunai, Singapura, Sabah, dan Sarawak, tak berbuah apa-apa. Malahan, Malaysia memasukkan daerah-daerah itu ke dalam Federasi Malaysia pada 16 September 1963. Diplomasi Soekarno kena skak.
Akhirnya, Soekarno memilih jalan konfrontasi dan memunculkan frase fenomenal itu: Ganyang Malaysia.
"Malaysia adalah bahaya, membahayai, membahayakan Revolusi Indonesia. Karena itu mari kita serempak seia-sekata, Malaysia harus kita ganyang habis-habisan," kata Soekarno di depan sidang Komando Operasi Tertinggi (KOTI) di Istana Merdeka, Jakarta, 28 April 1964.
Namun, lagi-lagi pergerakan Malaysia di kancah internaisonal lebih cepat, karena didukung oleh Inggris. Negara imperialis itu bahkan berusaha memasukkan Malaysia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Dan, apa yang dilakukan oleh Soekarno? Bung Besar marah besar, lantas mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan PBB mulai tanggal 7 Januari 1965.
Mentas Sawah Panggul Senjata
Dalam panggung sejarah itulah masuknya D.N. Aidit, kepala Comite Central (CC) Partai Komunis Indonesia, ke dalam isu konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Seperti dicatatkan oleh harian sore Warta Bhakti (dulunya Sin Po), (14/1/1965), Aidit mendukung ide Bung Karno untuk membuat 'angkatan kelima' dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Partainya juga mengusulkan agar "15 juta massa tani dan buruh dipersenjatai".
Isu Angkatan Kelima ini berhembus dengan cepat dan luas, bahkan M.C. Ricklefs, penulis buku sejarah Indonesia modern (2008), menyebutkan bahwa Perdana Menteri Tiongkok Zhou En Lai mengetahui perihal isu tersebut dan datang ke Indonesia menawarkan 100.000 pucuk senjata.
"Pihak Tiongkok secara terang-terangan mendesak supaya dibentuk Angkatan Kelima, tetapi pihak Angkatan Darat bergerak lamban," kata Ricklefs.
Pihak Angkatan Darat sendiri berpendapat bahwa 'angkatan kelima' itu tak akan jauh beda dengan pasukan Angkatan Darat reguler. Bahkan bila ingin mempersenjatai rakyat sipil, Soekarno bisa menggunakan kelompok Pertahanan Sipil (Hansip). Hal ini ditegaskan oleh Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad) Ahmad Yani.
"Membentuk departemen Angkatan V (Kelima) tidak efisien," kata Yani, seperti dikutip Antara (28/7/1965).
Pada akhirnya, saran D.N. Aidit untuk memasukkan Angkatan dalam tubuh ABRI tak pernah terwujud. Memang ada sejumlah pihak di luar Angkatan Darat yang dipersenjatai, namun, mereka adalah para sukarelawan Dwikora yang hendak diterjunkan di Malaysia. Di antara mereka adalah organisasi Pemuda Rakyat, yang berafiliasi dengan PKI.
Para sukarelawan dilatih secara militer di kawasan Lubang Buaya, Jakarta. Sayangnya, kelompok 'milisi' ini turut dilibatkan dalam penculikan para jenderal di peristiwa Gerakan 30 September, sehingga kredibilitas Angkatan Kelima pun rusak.
Gemuruh Gestapu (Gerakan September Tigapuluh) yang menyeret PKI ke jurang kelam, pun membawa serta rencana didirikannya Angkatan Kelima pada garis finis. Ketika Indonesia akhirnya berdamai dengan Malaysia pada sebuah konferensi di Bangkok, 28 Mei 1966, praktis kronfontasi antar kedua negara telah rampung, dan premis 'mempersenjatai buruh dan tani' akhirnya sudah kehilangan segala jenis legitimasi.