Komersialisasi Pendidikan Dalam UU Cipta Kerja, Ketua Komisi X DPR Ajak Gugat ke MK
ERA.id - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menilai Pasal 65 Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja masih rancu. Bahkan tetap membuka peluang komersialisasi pendidikan.
"Saya kira publik dan kita semuanya masih cukup curiga ya akan mendorong kapitalisasi pendidikan. Kalau itu terjadi, tidak sesuai dan senapas dengan UUD kita. Pendidikan tidak boleh masuk komersialisasi," ujar Huda kepada wartawan, Kamis (8/10/2020).
Huda menambahkan, adanya diksi 'dapat' dalam Paragraf 12 tentang Pendidikan dan Kebudayan Pasal 65 ayat (1) juga rancu. Sebab membuka peluang dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan pasal tersebut.
Adapun bunyi Paragraf 12 tentang Pendidikan dan Kebudayan Pasal 65 ayat (1) yaitu Pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
"Betul (rancu), nanti kan diatur lebih lanjut di PP. Nah, tinggal publik mengawal dan mengawasi konsistensi di PP-nya kayak apa," kata Huda.
Selain mengawal PP yang bakal dikeluarkan, Huda juga mendukung langkah para organisasi guru dan pendidik yang menolak Pasal 65 UU Cipta Kerja untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Politisi PKB ini menilai, pasal 65 tentang pendidikan dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan hak yang dimiliki oleh setiap warga dan negara wajib memenuhinya dalam kondisi apa pun.
"Saya termasuk yang mendorong pada semua stakeholder pendidikan yang tidak setuju tetap tercantumnya pendidikan di pasal 65, sehingga saya dorong menggunakan hak konstitusional melalui judicial review," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi mengatakan beleid Pasal 65 itu tidak wajib dilakukan, sebab memuat kata "dapat" yang artinya, aturan itu boleh dilakuan maupun tidak dilakukan.
Dia beralasan, Pasal 65 yang masih memuat sektor pendidikan tetap dimasukan ke UU Cipta Kerja untuk menjembatani rencana pendirian lembaga pendidikan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang didominasi oleh kalangan elit.
"Ada kata 'dapat' di situ. 'Dapat' itu boleh menggunakan izin berusaha, boleh tidak menggunakan izin berusaha. Itu sebagai jebatan untuk perizinan lembaga pendidikan di kawasan ekonomi khsusu (KEK), di situ kan orang kaya semua. Tapi di KEK yang boleh mendirikan adalah pemerintah dan BUMN," papar Awiek.
Sementara pemerintah melalui Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) sama sekali tidak mengatur sektor pendidikan, sebab sudah dicabut saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
"Untuk pendidikan. Kami tegaskan bahwa klaster pendidikan di-drop dalam pembahasan (RUU Cipa Kerja)," tegas Airlangga.