Kelompok LGBT di Tangsi Militer

ERA.id - Isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di dalam tubuh TNI serta Polri saat ini diungkap Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA), Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan SH MH. Ia mengungkapkan diduga sudah ada kelompok persatuan LGBT di lingkungan TNI dan Polri.

“Sudah ada kelompok persatuan LGBT TNI-Polri. Pimpinanya Sersan, anggotanya Letkol. Ini unik, tapi memang keyataan,” kata Burhan dalam Pembinaan Teknis & Administrasi Yudisial Secara Virtual kepada hakim militer se-Indonesia, pada Senin (12/10).

Burhan telah mencermati fenomena LGBT di tubuh TNI-Polri. Ia pernah menyidangkan kasus LGBT di Surabaya pada 2008 silam. Saat itu, ia menyidangkan seorang perwira menengah yang pulang tugas dari Timor Leste mengalami penyimpangan seksual akibat dari tekanan tugas operasi. Ia menjadi suka sesama jenis.

"Saat itu saya tak mengukumnya, tapi memerintahkan komandannya untuk obati sampai sembuh," jelas Burhan. 

>

Bedanya, saat ini diakibatkan pergaulan dan media sosial. "Ini telah membentuk perilaku yang menyimpang, termasuk di dalamnya adalah keinginan melampiaskan libido terhadap sesama jenis,” sambungnya.

Saat ini, ada celah hukum bagi pengadilan militer dalam memutus perkara LGBT. Pasalnya, saat ini penyimpangan seksual itu belum bisa dijerat hukum. "Celakanya, diputus di Peradilan Militer, dibebaskan. Dasarnya bahwa KUHP belum mengatur persoalan LGBT," ucapnya.

Sebelumnya, Pengadilan Militer II-10 Semarang memecat Praka P sebagai prajurit TNI karena terbukti melakukan hubungan seks sesama jenis. Selain itu, Praka P juga dihukum 1 tahun penjara.

Dalam putusan Pengadilan Militer Semarang yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (15/10/2020) kasus bermula pada 2017.. Praka P berkenalan dengan sesama prajurit TNI, Pratu M, lewat Instagram dan keduanya bertemu di dunia nyata. P mengajak juniornya itu ke asrama dan melakukan hubungan homoseksual.

Setelahnya, Praka P ditugaskan ke Lebanon. Sepulangnya dari Lebanon, P kembali menghubungi Pratu M dan meminta bertemu dan hubungan terlarang tersebut berlanjut.

Ilustrasi (Dok. Puspen TNI)

Komandan yang mengetahui geliat tidak normal segera memeriksa Praka P. Akhirnya Praka P diadili atas perbuatan homoseksualnya tersebut.

Dalam dakwaannya, Praka P didakwa melanggar Pasal 103 ayat 1 KUHP Militer, yaitu tidak menaati perintah dinas. Perintah dinas yang dimaksud adalah Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang Larangan terhadap Prajurit TNI dan PNS serta keluarganya untuk tidak melakukan hubungan sesama jenis.

Telegram serupa juga dikeluarkan KSAD dengan Nomor ST/2694/2019 tanggal 5 September 2019 tentang penerapan hukum secara tegas, terukur, proporsional kepada oknum prajurit dan PNS TNI AD yang terlibat kasus hubungan sesama jenis.

Sementara itu, Mabes TNI menegaskan akan mengganjar sanksi tegas terhadap prajurit yang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Sanksinya diproses hukum dan pemecatan dari dinas militer secara tidak hormat.

"TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum prajurit TNI yang terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan, termasuk di antaranya LGBT," ujar Kabid Penum Puspen TNI Kolonel Sus Aidil dalam keterangan tertulis, Kamis (15/10/2020).

Aturan soal larangan LGBT sudah tertuang dalam Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST No ST/398/2009 tanggal 22 Juli 2009 yang ditekankan kembali dengan Telegram Nomor ST/1648/2019 tanggal 22 Oktober 2019. Aturan itu menyebut LGBT merupakan salah satu perbuatan yang tidak patut dilakukan seorang prajurit.

"Bertentangan dengan disiplin militer dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI. Proses hukum diterapkan secara tegas dengan diberikan pidana tambahan pemecatan melalui proses persidangan di Pengadilan Militer," tambah Aidil.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI disebut juga menjadi dasar pelarangan LGBT di lingkungan TNI. Ini terkait dengan disiplin keprajuritan.