ERA.id - Sejumlah kejanggalan muncul dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja. Padahal UU tersebut baru saja diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan kejanggalan tersebut terdapat Pasal 175 poin 6 dalam UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut mengubah Pasal 53 ayat (5) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
"Pasal 175 itu mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan," ujar Bivitri kepada wartawan, Selasa (3/11/2020).
Adapun kejanggalan yang disorot Bivitri adalah kesalahan rujukan ayat pada Pasal 53 ayat (5) pada UU Cipta Kerja. Untuk diketahui, Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan mengatur soal batas waktu kewajiban pemerintah menindaklanjuti permohonan.
Pasal 53 diikuti 5 ayat turunan. Pada ayat (5) dituliskan aturan yang merujuk pada ayat (3). Padahal, seharusnya ayat yang dirujuk adalah ayat (4).
"Ayat 5 itu harusnya merujuk ayat 4, tapi ditulisnya 3," kata Bivitri.
Berikut bunyi lengkap pasal 175 Poin 6 dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja:
Pasal 53
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.